3 Jenis Standar Sesuai Ruang Lingkup Konsensus

Di hampir setiap negara yang memiliki industri dapat dipastikan memiliki jenis standar yang berbeda-beda, tergantung dari ruang lingkup konsensus. Hal ini menjadi penting mengingat banyaknya variasi produk yang disertai jalinan dengan pemasok atau distributor, terkadang lintas batas negara, maka kebutuhan akan standar menjadi urgen.

Kepentingan akan kebutuhan standarisasi ini berkaitan dengan tuntutan masyarakat luas di satu sisi sebagai konsumen dan produsen sebagai pelaku usaha di sisi lain.

Secara alamiah konsumen selalu menuntut kebutuhan akan barang yang murah dengan kualitas terbaik. Namun di mata pengusaha yang mencari keuntungan, tegangan antara harga dan kualitas harus dicarikan jalan keluar agar “berdamai”.

Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) disertai inovasi jalan itu menemukan titik terang. Kemungkinan memproduksi produk-produk dengan kualitas tinggi menjadi lebih mungkin dari sebelumnya. Bahkan tingkat efektifitas dan efisiensi pun melampaui sebelum-sebelumnya.

Kendati demikian, karena itu pula ragam produk dengan harga murah dan kualitas baik, menemukan beberapa problema. Produk-produk tersebut sering kali karena variasinya justru menimbulkan masalah lain, yakni tidak dapat terintegrasi dengan barang lain.

Bahkan seringkali interoperabilitasnya di lingkungan berbeda, seperti di wilayah negara lain misalnya, menjadi mustahil atau akan mengalami kerusakan karena ketidaksesuaian. Contoh semacam ini seringkali ditemukan di benda elektronik yang umumnya harus memiliki kesesuaian antara spesifikasi barang dan sumber daya.

Di sisi proses produksi, karena IPTEK dan inovasi jualah beragam variasi metode diterapkan yang seringkali justru menciptakan pemborosan bahan baku, tenaga, dan modal. Variasi-variasi yang tidak baku tersebut juga menimbulkan keluaran produk yang tidak sergam. Hal semacam ini akan dapat menjadi masalah besar bagi kebutuhan produsen yang membutuhkan konsistensi kualitas.

Standarisasi hadir untuk meminimalisir efek negatif tersebut. Penggunaan standar yang diciptakan berdasar konsensus memungkinkan produk memiliki keterjangkauan harga dengan mutu yang baik.

Jenis standar berdasar ruang lingkup konsensus terdiri dari tiga, yakni standar industri, asosiasi, dan kewilayahan. Standar kewilayahan terdiri dari tiga, nasional, regional, dan internasional.
jenis standar

Disamping itu bagi produsen, dengan adanya standar, penerapan standarisasi dalam proses produksi dapat menciptakan kebakuan dalam proses produksi. Artinya dengan adanya penerapan tersebut diharapkan akan ada konsistensi pada hasil keluaran yang diinginkan.

Kebakuan dengan kriteria khusus suatu barang ataupun jasa memiliki manfaat lain bagi produsen berupa orisinalitas. Pemenuhan karakteristik tersebut nantinya berguna besar bagi perlindungan atas pemalsuan produk. Kriteria standar itu dapat berupa bahan, proses, dan produk akhir yang nantinya akan digunakan konsumen.

Di dunia bisnis, standar dapat menjadi semacam ‘bahasa bersama’ sebelum melakukan kerjasama. Penerapan di produksi dan/atau produk selain dapat meningkatkan citra, namun juga mampu memperluas pasar yang juga menerapkan jenis standar yang sama.

Konsensus atau kesepakatan semacam ini dikonstruksi atas pertemuan dari seluruh pemangku kepentingan, seperti pemerintah, produsen, distributor, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Pemyusunan standar dengan melibatkan banyak pihak ini intinya untuk memberikan manfaat seluas-luasnya kepada para pemangku kepentingan. Sehingga efisiensi produksi sebuah produk tidak saja bermanfaat bagi manufaktur, namun juga dapat dinikmati bagi konsumen, serta efek dari konsumsi produk tidak berdampak buruk bagi lingkungan sekitar.

Kendati demikian, penerapan standar tidak serta merta membuat keluaran produksi menjadi 100% baik, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi yang dapat dijelaskan di kesempatan lain.

Sebagai ilsutrasi singkat, di masyarakat terkenal dengan penerapan standar sistem manajemen mutu ISO 9001. Keberhasilan penerapan jenis standar ini dinilai apabila ada peningkatan efektivitas manajemen dan efisiensi produksi yang berkelanjutkan.

Dengan kata lain, organisasi yang menerapkannya seharusnya memiliki efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Hipotesis ini berlaku pula untuk organisasi pemerintah.

Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan penerapan sebuah standar bukan dinilai hanya dari seberapa banyak jumlah penerapan, tapi juga dilihat dari output (keluaran) akhir dari proses produksi. Penilaian ini tidak saja berlaku bagi sebuah organisasi pada umumnya, namun juga di skala besar bernama negara.

Jenis Standar

Jenis standar berdasar ruang lingkup konsensus terdiri dari tiga, yakni standar industri, asosiasi, dan kewilayahan. Standar kewilayahan terdiri dari tiga, nasional, regional, dan internasional.
Jenis standar berdasar ruang lingkup konsensus terdiri dari tiga, yakni standar industri, asosiasi, dan kewilayahan. Standar kewilayahan terdiri dari tiga, nasional, regional, dan internasional.

Banyaknya varian produk yang diikuti keragaman spesifikasi; Disertai industri pendukung dan rantai pemasok yang makin meluas; Serta inovasi dan teknologi dari sisi produk serta proses produksi; Dan kepentingan pemerintah dan masyarakat atas sebuah produk, maka jenis standar diciptakan berdasarkan ruang lingkup yang disesuaikan atas konteks dari produk.

Ruang lingkup dalam hal ini berkaitan dengan seberapa luas keterlibatan proses konsensus dalam pengembangan standar. Di masyarakat dikenal ada berbagai tingkatan standar, seperti industri, asosiasi, dan kewilayahan (nasional, regional, dan internasional).

Ruang lingkup semacam ini diciptakan, khususnya bagi produsen/industri, dalam kaitannya dengan perolehan keuntungan ekonomi.

Standar Industri

Jenis standar ini diciptakan oleh suatu industri tertentu yang umumnya terdiri dari kriteria bahan baku dan input lain yang perlu; Serta penerapan proses yang perlu dilakukan dalam mencapai produk akhir (output) yang memenuhi standar perusahaan tersebut.

Umumnya standar barang/jasa produk akhir industri tertentu lebih tinggi daripada jenis standar yang diakui dalam perdagangan, semisal asosiasi, atau wilayah seperti nasional, dan bahkan regional maupun internasional.

Penerapan standar tinggi ini dimaksudkan agar produk yang didapatkan konsumen dapat melebihi ekspektasi, dengan tujuan agar produk dapat bersaing dengan kompetitor sejenis.

Standar industri umumnya berupa ketetapan cara kerja dan persyaratan mutu yang dibuat manajemen berupa standar prosedur operasi (standard operation procedur/SOP). Penerapan ini juga diimplementasi dengan ketat dan detail dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Hal ini biasa disebut jenis standar yang sangat precriptive atau berdasarkan petunjuk atau ketentuan resmi.

Pengembangan dan penerapan standar industri diciptakan pihak manajemen yang biasanya melibatkan tenaga ahli. Penerapan ini dapat dilakukan untuk cabang-cabangnya serta industri lain yang memproduksi barang/jasa atas nama industri pemberi sub-kontrak atau lisensi.

Di masa kini, baik dalam kontrak produksi maupun dalam lisesnsi, pemberi kontrak bertanggung jawab terhadap pemenuhan standar barang/jasa yang dipasarkan. Sehingga pada praktiknya jenis standar itu dapat dijadikan materi perjanjian kontrak/lisensi wajib dipenuhi kedua belah pihak.Pemberi sub/kontrak atau lisensi juga melakukan audit kepada sub-industri untuk menjamin bahwapelaksanaan sesuai SOP dan standar yang telah ditetapkan.

Jenis standar berdasar ruang lingkup konsensus terdiri dari tiga, yakni standar industri, asosiasi, dan kewilayahan. Standar kewilayahan terdiri dari tiga, nasional, regional, dan internasional.
ilustrasi jenis jenis standar

Standar Asosiasi

Jenis standar asosiasi, sesuai namanya, dibuat oleh kelompok industri tertentu untuk kepentingan bersama diantara mereka. Umumnya jenis standar ini diciptakan bertujuan untuk memudahkan anggota dalam produksi serta menghindari perbedaan syarat mutu dalam perdagangan dan mencegah adanya praktik unfairness yang bermuara pada kemudahaan produk diterima pasar.

Persyaratan mutlak yang biasanya ada dalam standar ini adalah keberadaan dan keberterimaan asosiasi diantara anggota, serta evektifitas manajemen keberterimaan. Contoh standar asosiasi diantaranya, ASME (American Society of Mechanical Engineers) di bidang engineering; BRC (British Retaill Consortioum di bidang produk yang dipasarkan di retail Inggris; Sedangkan pada pangan seperti GFSI (Global Food Society Initiative) untuk Eropa; dan masih banyak lagi yang lainnya tergantung jenis industri tersebut.

Jenis standar semacam ini umumnya secara internasional disebut pula sebagai private standard. Penyusunan dan pengembangan dari standar ini biasa melibatkan tenaga ahli, LSM konsumen, serta kemungkinan besar otoritas yang kompeten dari kalangan pemerintah. Meski melibatkan banyak pihak, secara konsep kesepakatan atas nama asosiasi, maka hak cipta dipegang oleh asosiasi yang bersangkutan.

Tujuan pembuatan private standard adalah memberikan kemudahan kepada industri dalam produksi sekaligus bagi retail atau buyer dalam memperoleh produk untuk didistribusikan atau dijual kepada konsumen. Adapun tujuan lainnya adalah mempermudah produk untuk diterima oleh pasar yang mendistribusikan.

Dengan adanya kejelasan semacam ini, hubungan antara rantai pasokan dan produsen serta konsumen menjadi lebih baik, serta penilaian kesesuaian dari pihak distributor disederhanakan.

Isi dari standar ini umumnya berkenaan dengan persyaratan proses dan produk akhir yang bersifat rekomendasi dalam hal yang berkaitan atau berpengaruh pada mutu dan/atau keamanan produk.

Sifatnya yang preskriptif atau rekomendasi, maka penerapan dari jenis standar ini pun bersifat sukarela bagi industri pada umumnya. Namun demikian apabila ada kesepakatan antara industri pemasok dengan pembeli tertentu, maka penerapannya menjadi pengikat karena hubungannya sudah bersifat bisnis.

Contoh sulitnya pengakuan standar ini bisa dilihat dari keamanan pangan internasional, yakni Codex Alimentarius Commission (Organisasi Pangan bentukan FAO dan WHO). Status standar ini masih dalam pembahasan khusus dalam hubungannya dengan pengakuan.

Meskipun secara ideal penerapannya dapat menjadi pendukung keamanan standar pangan, namun pengakuannya secara regulasi di banyak negara agak sulit. Disamping sifatnya rekomendasi, ada faktor seperti biaya yang menjadi sandungan.

Namun sulitnya pengakuan tidak berlaku sama di setiap industri di seluruh dunia. Di industri engineering misalnya, keberadaan standar ASTM dan lainnya sangat populer di kelompok industri maupun pemerintah penganut liberalisme. Kesadaran ini tumbuh salah satunya berkat arti dan manfaat dari standarisasi itu bagi para pelaku usaha. Tentu hal semacam ini tidak bisa disamaratakan di kondisi negara berkembang.

Contoh lain, negara Inggris misalnya, BRC Standard sangat populer di kalangan pelaku usaha. Standar ini menjadi acuan industri dan retai dalam rangka suplai produk. Dengan adanya sertifikasi ini pihak independen memiliki alternatif dalam memenuhi persyaratan, sehingga retail tak perlu lagi melakukan penilaian sendiri kepada industri.

Meski standar swasta (private) masih terbatas pada kelompok industri tertentu, namun perkembangan tren dunia dalam keberterimaan cukup baik. Meskipun untuk diinseminasikan menjadi regulasi di banyak negara cukup sulit. Pada tataran konsep pemikiran dalam jenis standar ini dapat diterima sebagai komplementer dalam penerapan standar nasional ataupun internasional.

Standar Kewilayahan

Prinsip standarisasi adalah setiap pemangku kepentingan memiliki hak yang sama, terutama produsen dan konsumen. Persamaan hak tersebut berkaitan dengan persyaratan produk akhir yang menyangkut barang atau jasa. Persyaratan produk yang bersifat kesepakatan itu, menciptakan standar yang penerapannya secara alamiah pun bersifat suka rela.

Regulator dalam hal ini pemerintah, hadir di tengah kesepakatan apabila produk standar mengandung persyaratan yang berkaitan dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan hidup. Kehadiran regulator di sini berguna untuk mencegah hal-hal negatif yang mungkin muncul akibat penggunaan produk di masyarakat.

Standar yang di dalamnya berisikan aspek teknis berupa penerapan IPTEK, maka diperlukan kelompok ahli dalam menjustifikasi secara teknis ilmiah bahwa persyaratan di dalamnya adalah rasional. Kehadiran pemerintah di sini menjadi penting guna melindungi konsumen melalui turut serta bersuara dalam proses penyusunan standar. Selain alasan lain berupa legitimasi standar itu sendiri.

Konsumen diwakili pula oleh lembaga swadaya yang tupoksi utamanya merepresentasikan kepentingan konsumen. Keterlibatannya di dalamnya guna memenuhi prinsip perumusan standar yang dalam hal ini berupa keterwakilan, kejujuran, keterlaksanaan, serta pengakuan.

Jenis standar ini diciptakan oleh organisasi yang dikenal sebagai SDO atau Standard Development Organization. Keluaran dari organisasi ini nantinya dikonsensus secara luas dan menjadi milik bersama serta bersifat umum. Adapun hak cipta dipegang oleh organisasi yang bersangkutan karena standar tersebut dijamin dan disetujui olehnya.

Adapun luasan dari proses konsensus seperti standar umum atau nasional yang dimiliki Indonesia. SNI, dimana konsensus dilakukan suatu negara dan institusi penjaminnya adalah lembaga standar Nasional, yakni Badam Standar Nasional (BSN).

Sedangkan pada standar regional proses konsensus dilakukan di beberapa negara yang tergabung dalam suatu kelompok atau komunitas. Seperti Eropa dengan European Norm (EN) dan Commitee European Den Normalistation (CEN).

Lain halnya dengan konsensus yang dilakukan oleh banyak negara secara terbuka seperti International Organization for Standarization (ISO), International Electrotechnical Commission (IEC), International Telecommunication Union (ITU), serta masih banyak yang lainnya.

Ciri dari jenis standar umum ini adalah bersifat lebih terbuka keanggotaannya yang disesuaikan dengan konsensusnya. Khusus bagi regional dan internasional, umumnya keanggotaan diwakili oleh institusi formal tertentu. Semisal lembaga standar nasional untuk ISO; otoritas kompeten di bidang tertentu untuk ITU dan CAC; serta perwakilan kelompok masyarakat terentu seperti IEC.

Di Indonesia perwakilan ISO diwakili oleh BSN, ITU oleh Kemkominfo, dan IEC oleh panitia nasional yang memiliki kesekretariatan di BSN. Masih banyak lagi contoh untuk standar yang memiliki representasi organisasi formal di Indonesia.

Sifat standar yang umum ini, maka perumusan dalam aplikasi sebisa mungkin berupa syarat produk akhir saja atau disebut sebagai “performance standard”. Sifat prescriptive layaknya standar privat sangat dihindari di sini. Hal ini dimaksudkan agar cara memproduksi ataupun standar diserahkan kepada pihak industri/produsen.

Dengan adanya pembatasan ruang lingkup semacam ini, industri dapat memanfaatkan IPTEK dan inovasi secara kreatif untuk menghasilkan produk yang lebih efektif dan efisien. Karena ini pula industri dapat berkompetisi dalam proses produksi untuk memperoleh standar yang sesuai bagi konsumen.

Penutup – Kesimpulan

Penerapan standar bertujuan untuk melindungi kepentingan para pemangku kepentingan, khususnya produsen dan konsumen. Dalam pembentukan standar dibutuhkan konsensus yang perlu diakui keberterimaannya yang tergantung pada ruang lingkup industri.

Ada tiga ruang lingkup jenis standar yang dilihat berdasarkan luas ruang lingkup konsensus, seperti industri, asosiasi, dan kewilayahan.

Jenis standar industri lebih bersifat prescriptive ketimbang sukarela, terlebih apabila sifat hubungan adalah bisnis. Ada unsur mengikat yang wajib dilaksanakan oleh pihak terkait terkait di dalam perjanjian.

Jenis standar asosiasi dibentuk oleh kelompok industri tertentu yang bertujuan untuk memudahkan dalam pemasaran produk. Standar ini bersifat sukarela dan seringkali menjadi komplementer bagi standar nasional, regional maupun internasional.

Sedangkan pada konsensus kewilayahan yang dibagi menjadi nasional, regional, ataupun internasional keanggotaannya diwakili oleh organisasi formal di tiap negara. Standar ini hanya mengatur standar produk keluaran atau performance standard.

Editted by UN.

Tinggalkan komentar