4 Parametar Daya Tarik Wisata yang Aman

Setelah tiga tahun hiatus dari mengunjungi tempat dengan daya tarik wisata, kini orang kembali berbondong-bondong berlibur. Beberapa tempat yang sebelumnya sepi, kini kembali dibanjiri pengunjung.

Daya tarik wisata adalah sebuah obyek yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai keragaman alam, budaya, dan hasil reka manusia yang menjadi destinasi kunjungan wisata. Seperti wisata bahari, budaya, pertanian, perburuan, ziarah, alam, konvensi, sejarah, religi, pendidikan, dan lain sebagainya.

Seperti yang diketahui bersama meskipun pandemi yang lalu sudah mereda, namun tanda-tanda menghilang masih belum diketahui secara pasti. Ditambah lagi kemunculan jenis-jenis baru dengan fitur dan daya rusak yang beragam makin memperjelas keadaan.

Sebagai masyarakat biasa, barangkali kita tidak bisa berbuat banyak atas keadaan itu. Masyarakat hanya bisa bertindak semampunya dengan beradaptasi melalui pola-pola perilaku.

Bagi mereka yang hendak mengunjungi tempat dengan daya tarik wisata, perlu memperhatikan beberapa hal terkait dengan kesehatan, keamanan dan keselamatan.

4 Parametar Daya Tarik Wisata

Ciri-ciri tempat dengan daya tarik wisata atau obyek wisata, tempat pariwisata, wahana wisata yang memenuhi SNI 9042:2021
Ciri-ciri tempat dengan daya tarik wisata atau obyek wisata, tempat pariwisata, wahana wisata yang memenuhi SNI 9042:2021

Ada beberapa kriteria obyek wisata yang dapat dikategorikan aman dikunjungi yang bisa menjadi panduan atau parameter penilaian pengunjung nantinya. Adapun kriteria daya tarik wisata tersebut terdiri dari 4, yakni dimensi kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.

Beberapa parameter daya tarik wisata yang dijelaskan nantinya ini merupakan saripati dari protokol Cleanliness, Health, Safety, and Enviroment Sustainability (CHSE). Protokol ini kemudian diterjemahkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) menjadi SNI 9042:2021, yang merupakan respon dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) atas penerapan CHSE bagi pelaku usaha pariwisata.

1. Parameter Kebersihan Tempat Pariwisata

Pengelola sebagai pihak yang berwenang dalam mengurus obyek wisata, perlu menerapkan kebijakan atau prosedur mengenai pengelolaan kebersihan, serta pembersihan area dan barang publik. Termasuk didalamnya adalah penyelenggaraan pembersihan menggunakan disinfektan atau cairan lain yang aman secara berkala, minimal 2 kali sehari.

Di tempat tersebut juga harus ada ketersediaan informasi maupun imbauan tertulis mengenai pengelolaan kebersihan yang diperlukan. Sehingga, bagi pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kebersihan dari lokasi tersebut dapat mengetahui tindakan apa saja yang dibutuhkan.

Tempat itu juga perlu menyediakan fasilitas atau sarana kebersihan yang ditujukan guna kebersihan tempat pariwisata, seperti sarana cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan jumlah yang cukup, berfungsi baik, dilengkapi sabun/hand sanitizer, serta diposisikan di tempat-tempat terjangkau; Kamar mandi/toilet yang ada harus dalam kondisi higienis, bersih, kering, tidak bau, tertutup dan berfungsi dengan baik sesuai peruntukan; Tempat atau bak sampah sementara dengan jumlah yang cukup dan ditempatkan di lokasi strategis; Alat pelindung diri petugas pembersihan.

Kebersihan yang diusahakan tersebut perlu dipantau serta dievaluasi secara konsisten oleh seseorang yang bertanggungjawab atas prosedur dan/atau petunjuk kerja kebersihan di lingkungan tersebut. Dengan adanya orang tersebut, pengunjung dapat memberikan masukan apabila di lokasi tertentu atau beberapa bagian obyek wisata kotor.

Kriteria atas dimensi kebersihan bisa pengunjung lihat dari sumber daya manusia yang tersedia di sana. Seperti karyawan atau pemandu wisata yang terlihat mencuci tangan dengan sabun/hand sanitizer; Membersihkan lingkungan dan sarana secara berkala sesuai aturan; dan petugas yang melek informasi atas pentingnya kebersihan. Kesadaran petugas bisa muncul berkat adanya penyuluhan ataupun latihan yang dilaksanakan oleh pengelola maupun pihak ketiga.

Usaha kebersihan tempat pariwisata yang diusahakan pengelola akan percuma apabila pengunjung tidak berpartisipasi. Itu sebabnya, sebagai pengunjung, kita harus turut serta dalam usaha kebersihan ini. Hal itu dapat diujukan dengan cara mencuci tangan dengan sabun/hand sanitizer; Merelakan barang yang dibawa untuk dibersihkan dengan cara yang aman dengan cairan disinfektan atau pemberih lainnya; Menggunakan kamar kecil atau toilet dengan memperhatikan higienitas dan kebersihan; Serta menjaga agar tetap kering dan tidak bau setelah digunakan. Terakhir, sering dilupakan namun mendasar adalah membuang sampah pada tempatnya.

2. Parameter Kesehatan Obyek Wisata

Kepedulian akan kesehatan di obyek wisata dapat dilihat dari banyak hal, namun yang paling utama adalah tata kelola yang dilaksanakan di tempat tersebut. Seperti pengaturan penggunaan masker sesuai standar oleh pengusaha dan/atau pengelola, karyawan, pemandu wisata lokal, pengunjung, serta pihak yang beraktifitas di sana.

Di tempat tersebut juga mengatur tentang kewajiban vaksin berupa bukti/sertifikat bagi pengelola, pekerja, dan pengunjung yang sesuai atas ketentuan yang berlaku. Di samping itu, setiap pengunjung obyek wisata perlu diukur suhu tubuhnya. Apabila ditemukan suhu ≥37,3 °C selama 2 kali pemeriksaan berjarak 5 menit, maka yang bersangkutan tidak diperbolehkan masuk. Hal ini mengacu pada protokol kesehatan dunia.

Obyek wisata tersebut juga memiliki penanganan kondisi darurat kesehatan bagi yang tiba-tiba mengalami gangguan kesehatan berupa demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan/atau sesak napas ketika beraktivitas di lingkungan.

Bagi para pengunjung yang tidak diperkenankan masuk disebabkan alasan keamanan, kesehatan, serta pencegahan wabah, maka tempat tersebut perlu menyediakan informasi terkait pengembalian dana/refund yang diinformasikan lewat luring maupun daring.

Pada ruang publik atau kerja tertutup yang menggunakan pendingin ruangan, maka perlu pembersihan berkala atas filter guna sirkulasi udara yang baik.

Di tempat tersebut, pengelola membatasi jumlah pengunjung dalam satu grup, serta mengatur jarak aman antar pengunjung. Selain itu, dari segi kapasitas pengelola juga memastikannya dan menginformasikannya lewat media luring dan/atau daring.

Pengelola dapat menunjukan manajemen kunjungan berupa alur pengunjung, lama waktu kunjungan, dan jumlah orang sesuai kapasitas dan karakteristik daya tarik wisata, khusus bagi area yang menjadi favorit dan tempat yang berpotensi mendatangkan kerumunan.

Selain pengaturan-pengaturan, obyek wisata ini harus memiliki informasi yang memadai, terutama imbauan dan instruksi pemerintah pusat dan daerah terkait wabah. Disamping itu, informasi dan imbauan tertulis juga diperlukan terkait dengan kontak fisik; Sentuhan bagian wajah; Jarak minimal 1 m; Hindari kerumunan; Penggunaan alat pelindung; Penerapan etika bersin dan batuk; Konsumsi makanan sehat dan vitamin; Serta layanan darurat guna rujukan pelayanan kesehatan pemerintah.

Fasilitas ataupun sarana juga dibutuhkan guna mendukung kesehatan di sebuah obyek wisata, seperti aplikasi peduli lindungi atau aplikasi relevan lainnya, baik milik sendiri atau terintegrasi dengan pengelola tempat. Di tempat tersebut juga tersedia ruang, peralatan, dan perlengkapan kesehatan serta obat-obatan untuk Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).

Selain sarana atau fasilitas tersedia, pengelola obyek daya tarik wisata juga menyediakan dukungan layanan. Adapun dukungan tersebut dapat berupa layanan reservasi jarak jauh melalui telepon, media sosial, pesan instan, dan media daring lainnya, yang dilengkapi pembayaran non-tunai guna menghindari kerumunan ataupun kontak fisik; Penyediaan formulir berbasis daring guna kebutuhan pendataan seperti nama, asal daerah/negara, dan nomor kontak; Menyelenggarakan paket wisata dengan jumlah terbatas; Ketersediaan media komunikasi dan kordinasi dengan dinas kesehatan, satuan tugas kesehatan daerah, dan rumah sakit; Menyediakan asuransi kesehatan dan/atau kecelakaan bagi pengunjung, terutama pada jenis kegiatan berisiko tinggi; Memantau dan mengevaluasi penerapan kebijakan, prosedur dan/atau petunjuk kerja pelaksanaan.

Ketersediaan sarana tersebut perlu didukung dengan kesiapan sumber daya manusia yang memenuhi aspek kesehatan. Dalam hal ini karyawan atau pemandu wisata lokal dapat menunjukan bukti/sertifikat vaksin sebagai komitmennya dalam menjaga kesehatan; Petugas yang berada di lokasi dinyatakan sehat dengan suhu tubuh <37,3°C dan tidak memiliki gejala demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan/atau sesak napas; Karyawan menyediakan informasi tertulis kepada pengunjung tentang suhu tubuh dan kondisi kesehatannya; Pegawai yang bertugas menggunakan masker sesuai standar dan menjaga jarak minimal 1 M; Memberikan salam dengan mengatupkan kedua telapak tangan di dada sebagai ganti jabat tangan; Menginformasikan kepada pimpinan atau kolega jika mengalami gangguan kesehatan seperti demam, batuk, pilek nyeri tenggorokan, dan/atau sesak napas; Patuh serta melaksanakan segala aturan kesehatan yang berlaku.

Hal di atas juga berlaku bagi kita sebagai pengunjung seperti vaksinasi; pemeriksaan suhu tubuh; penggunaan masker; jaga jarak; pengatuban tangan sebagai ganti jabat tangan; reservasi jarak jauh; dan pelaporan kondisi kesehatan karyawan apabila terlihat mengalami gangguan kesehatan.

3. Parameter Keselamatan Wahana Wisata

Pada SNI 9042:2021 tersedia pula parameter keselamatan di wahana wisata. Parameter tersebut salah satunya dapat dilihat dari penerapan kebijakan, prosedur dan/atau petunjuk kerja. Disamping itu, pengelola juga harus menyediakan informasi dan imbauan, baik verbal maupun tertulis mengenai pelaksanaan keselamatan, seperti mekanisme menyelamatkan diri dari bencana alam dan kebakaran; Peta lokasi titik kumpul aman dan jalur evakuasi; Dan informasi tertulis mengenai nomor telepon darurat penting.

Wahana wisata yang memenuhi parameter keselamatan harus menyediakan fasilitas/sarana berupa peralatan pertolongan kedaruratan. Paling minimal adalah perlengkapan oksigen, P3K, dan tandu. Perangkat yang tersedia disesuaikan dengan tingkat risiko kegiatan yang mungkin muncul.

Disamping itu, alat pemadam kebakaran atau minimal alat pemadam api ringan (APAR) yang layak dengan disertai penjelasan juga harus tersedia di sana.

Guna memitigasi risiko, dibutuhkan alat komunikasi, seperti walkie talkie dan smartphone adalah beberapa diantaranya. Alat yang dibutuhkan untuk kepentingan pengunjung dapat berupa alat peringatan apabila terjadi kebakaran atau bencana lain yang dapat berguna untuk keperluan evakuasi.

Mitigasi serta meningkatkan keselamatan di wahana wisata dapat pula ditujukan dengan hubungan intensif dengan Dinas Kesehatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pemadam Kebakaran, dan Kepolisian setempat.

Kesemua usaha ini perlu terus dipantau dan dievaluasi atas penerapan kebijakan, prosedur, dan/atau petunjuk kerja pelaksanaan keselamatan. Terutama dalam segi pelaksana, yakni sumber daya manusia yang perlu terus dibimbing dan dibekali pemahaman terkait pelaksanaan keselamatan.

Sebagai tamu atau pengunjung, kita perlu mengetahui informasi terkait lokasi titik kumpul, jalur evakuasi, dan tanggap atas peringatan untuk evakuasi.

4. Parameter Kelestarian Lingkungan Pada Tempat Dengan Daya Tarik Wisata

Menjaga kelestarian lingkungan adalah cara untuk sebuah tempat daya tarik wisata dapat terus eksis. Selaku pengelola perlu menerapkan manajemen atau tata kelola yang mengatur tentang pemanfaatan air secara efisien; energi efisien; pemilahan sampah organik dan non-organik; dan pengolahan limbah cair dan domestik. Penerapan ini juga perlu terus diawasi dan dievaluasi, baik secara internal maupun eksternal.

Upaya-upaya yang diterapkan oleh pengelola perlu mendapatkan dukungan, selain dari karyawan sendiri, pengunjung juga harus mendukungnya dengan kepatuhan-kepatuhan atas imbauan yang disediakan pengelola.

Pentingnya CHSE SNI 9042:2021 Pada Obyek Daya Tarik Wisata

Meskipun penerapan Standar Nasional Indonesia atau SNI 9042:2021 bersifat sukarela, namun secara makro penerapan ini dapat memulihkan pariwisata RI. Hal ini diterangkan oleh Menteri Kemenperaf Sandiaga Uno saat peluncuran SNI 9042:2021 pada 4 Desember 2021 lalu. Dia melanjutkan bahwa pemulihan itu dapat diperoleh dengan tanda ‘Indonesia Care’ apabila telah melaksanakan pemenuhan syarat dan pengujian atas standar tersebut.

Standar ini bagi wisatawan juga merupakan jaminan atas penerapan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan di tempat dengan daya tarik wisata. Secara keseluruhan standar ini berguna dalam meningkatkan kepercayaan terhadap pariwisata Indonesia.

Bagi pelaku usaha standar ini menyediakan acuan dalam pemenuhan persyaratan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Dengan keberadaannya diharapkan kepercayaan terhadap tempat penyelenggarangan pendukung kegiatan pariwisata meningkat.

Guna mendukung penerapannya, BSN menetapkan skema sesuai dengan Peraturan BSN RI No 24 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut sertifikasi tempat dan pendukung kegiatan pariwisata, berdasarkan SNI 9042:2021 dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata (LSUP) yang telah diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) berdasar SNI ISO/IEC 17065.

Nantinya, pelaku usaha yang mengikuti penilaian kesesuaian akan menerima sertifikat yang diterbikan LSUP yang berlaku selama tiga tahun dan berhak menggunakan tanda SNI CHSE setelah melakukan pengajuan penggunaan tanda SNI ke BSN. Tanda itu digunakan setelah mendapatkan persetujuan Tanda SNI (SPPT SNI) yang dikeluarkan BSN.

Ciri-ciri tempat dengan daya tarik wisata atau obyek wisata, tempat pariwisata, wahana wisata yang memenuhi SNI 9042:2021
Parameter daya tarik wisata

Penutup – Kesimpulan

Penurunan tren wabah saat ini tidak boleh mengendurkan kewaspadaan masyarakat. Terutama bagi mereka yang hendak mengunjungi tempat dengan daya tarik wisata. SNI 9042:2021 hadir sebagai acuan dalam pemenuhan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kepedulian lingkungan.

Parameter yang merupakan adopsi CHSE ini secara garis besar menuntut keterlibatan pengelola, karyawan, serta pengunjung dalam menerapkannya. Penguatan penerapan bagi pelaku usaha dibutuhkan bagi pelaku usaha yang hendak meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pariwisata.

Editted by UN.

Tinggalkan komentar