Bab Puasa Fathul Qorib: Ada 5 Pokok Bahasan tentang Puasa!

Bab puasa Fathul Qorib menjadi salah satu rujukan ilmu pengetahuan bagi seorang muslim ketika akan mempelajari tentang tuntunan berpuasa.

Pada bab tentang puasa, kurang lebih ada 5 fashol atau pasal utama yang dijelaskan pada kitab Fathul Qorib.

Pasal tersebut menjelaskan mulai dari niat puasa, rukun puasa, hingga syarat dan ketentuan lain yang menyertainya.

Penjelasan tentang 5 pasal pada bab puasa Fathul Qorib dapat Anda lihat pada pembahasan utama artikel ini.

5 Pasal Utama Bab Puasa Fathul Qorib, Seorang Muslim Wajib Tahu!

Fathul Qorib adalah kitab karangan Syekh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qosim Al-Ghazi yang tersohor dengan sebutan Ibnu Qosim Al-Ghazi.

Kitab ini membahas tentang ilmu fiqih baik yang berhubungan dengan ubudiyah maupun muamalah dimana salah satunya adalah bab tentang puasa.

Kitab Fathul Qorib karya Ibnu Qosim Al-Ghazi ini merupakan syarah atau penjelasan lanjutan dari kitab Taqrib karangan Imam Abu Syuja’.

Penjelasan fiqih pada kedua kitab tersebut berpedoman pada madzhab Syafi’i yang memang banyak dianut oleh umat Islam terutama di Indonesia.

Jadi, bab puasa Fathul Qorib ini sudah sesuai dengan tuntunan syariat yang banyak dijadikan pedoman atau rujukan ilmu pengetahuan.

Pada bab puasa Fathul Qorib sendiri kurang lebih ada 5 pasal utama yang menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan dalam berpuasa.

Ulasan lengkapnya tentang 5 pasal bab puasa Fathul Qorib ada pada sub bahasan di bawah ini:

Pasal 1: Syarat Wajib Puasa

bab puasa Fathul Qorib
Syarat wajib puasa via detik.net.id

Syarat wajib puasa adalah ketentuan yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar mendapat ketetapan sebagai orang yang wajib untuk berpuasa.

Ada 4 syarat wajib puasa sebagaimana yang dijelaskan pada bab puasa Fathul Qorib dan keempat syarat tersebut wajib terpenuhi semuanya.

Berikut ini adalah rincian dari syarat wajib puasa:

1. Beragama Islam

Syarat utama seseorang untuk dikatakan wajib puasa adalah beragama Islam baik menjadi seorang muslim sejak lahir ataupun mualaf.

2. Baligh

Baligh adalah sebuah istilah dalam Islam untuk menunjukkan bahwa orang tersebut sudah dikatakan wajib berpuasa. Adapun tanda-tanda baligh ini berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Tanda baligh bagi perempuan adalah haid atau keluarnya darah dari kemaluan. Hal ini dikatakan haid jika usianya adalah minimal 9 tahun kurang 16 hari dalam perhitungan hijriyah.

Adapun tanda-tanda baligh bagi laki-laki adalah ihtilam atau keluarnya air mani/sperma baik dalam kondisi tidur (mimpi basah) ataupun terjaga.

Apabila tanda-tanda baligh tidak juga terjadi pada anak laki-laki ataupun perempuan, mereka tetap dihukumi baligh jika usianya sudah 15 tahun.

3. Berakal

Syarat ketiga seseorang wajib berpuasa adalah berakal. Istilah berakal ini memiliki 2 makna yang berbeda.

Pertama, dikatakan berakal apabila orang tersebut sehat secara mental atau tidak dalam diagnosa orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Kedua, dikatakan berakal apabila orang tersebut tidak dalam keadaan pingsan, linglung, koma, kesurupan, ataupun ayan. 

4. Mampu untuk berpuasa

Syarat terakhir yang wajib dipenuhi adalah mampu secara fisik untuk berpuasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

Bagi orang tua yang sudah udzur atau sakit keras yang kemungkinan sembuhnya kecil, maka tidak diwajibkan untuk berpuasa.

Sebagai gantinya, mereka wajib membayar fidyah atau denda sebesar 1 mud untuk satu hari puasa wajib yang ditinggalkan.

Lantas, bagaimana hukum berpuasa saat hamil atau menyusui? Ini adalah pertanyaan yang umum terjadi di masyarakat.

Jawabannya, tentu saja puasa bagi ibu hamil atau menyusui adalah sama-sama wajib jika memang itu puasa wajib seperti Romadlon.

Akan tetapi, perlu dicatat bahwa kewajiban tersebut harus disertai dengan kemampuan si ibu untuk berpuasa baik secara fisik maupun psikis.

Apabila si ibu merasa tidak mampu atau khawatir akan terjadi apa-apa pada dirinya atau bayinya, Islam memberikan rukhsoh atau keringanan.

Ada 3 pembagian hukum rukhsoh yang dapat dijadikan pedoman bagi ibu hamil atau menyusui ketika jatuh bulan Romadlon yaitu:

Hukum 1: Apabila si ibu memutuskan tidak berpuasa karena khawatir pada bayi atau jabang bayinya saja, nantinya wajib qodlo puasa sekaligus membayar fidyah.

Hukum 2: Apabila si ibu memutuskan tidak berpuasa karena khawatir pada dirinya saja, nantinya hanya wajib qodlo puasa saja.

Hukum 3: Apabila si ibu memutuskan tidak berpuasa karena khawatir pada dirinya sekaligus jabang bayinya, nantinya hanya wajib qodlo puasa saja.

Pasal 2: Fardlu atau Rukun Puasa

bab puasa Fathul Qorib
Rukun Puasa via bisnis.com

Pasal kedua pada bab puasa Fathul Qorib membahas tentang fardlu atau rukunnya puasa.

Rukun adalah hal yang dilakukan dalam suatu peribadatan yang dalam hal ini ada puasa hingga ibadah tersebut selesai.

Ada 4 rukun atau fardlunya puasa yaitu sebagai berikut:

1. Niat

Niat adalah mengatakan di dalam hatinya. Apabila puasanya wajib seperti Ramadhan,  niat ini harus dilakukan pada malam harinya sebelum terbit fajar.

Adapun contoh niat puasa adalah “Saya niat puasa Romadlon esok hari fardlu karena Allah Ta’ala”.

2. Menahan diri dari makan dan minum

Rukun kedua puasa adalah menahan diri dari makan dan minum yang disengaja meskipun itu sedikit dan tawar.

3. Menahan diri dari Jima’ (Bersetubuh)

Rukun selanjutnya adalah menahan diri dari jima’ atau berhubungan suami istri pada siang bolong baik keluar mani ataupun tidak.

4. Menahan diri dari menyengaja muntah

Rukun selanjutnya adalah menahan dari muntah secara disengaja. Apabila tidak disengaja, puasanya tidak akan batal.

Pasal 3: Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Pembahasan selanjutnya pada bab puasa Fathul Qorib adalah pasal tentang hal-hal yang dapat membatalkan puasa.

Berdasarkan hasil rangkuman, ada 8 perkara utama yang dapat membatalkan puasa seseorang yaitu sebagai berikut:

1. Memasukkan sesuatu secara sengaja ke dalam lubang di tubuh

Beberapa lubang yang ada dalam tubuh yang dimaksudkan antara lain qubul, dubur, hidung, telinga, mata, dan mulut.

Apabila lubang tersebut kemasukan sesuatu secara disengaja atupun sebab kecerobohan, puasanya dihukumi batal.

Pada bab puasa Fathul Qorib juga dijelaskan bahwa lubang di sini tidak hanya yang sifatnya terbuka, seperti yang dicontohkan di atas.

Namun, lubang di sini juga termasuk lubang yang sifatnya tidak terbuka, seperti masuknya sesuatu melalui luka dalam tubuh.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak yang menanyakan “Berenang saat puasa bolehkah? Ataukah puasanya serta merta batal?”

Jawabannya tentu saja belum tentu batal. Apabila tetap berhati-hati dan tidak ceroboh yang mengakibatkan kemasukan air, puasanya InsyaAllah tidak batal.

Kehati-hatian ini bisa direalisasikan dengan mengenakan alat-alat penutup lubang saat berenang, seperti kacamata renang serta penutup hidung dan telinga.

2. Melakukan injeksi obat melalui dua jalan kotoran

Melakukan injeksi obat (huqnah) melalui 2 jalan kotoran yaitu qubul (depan) dan dubur (belakang) dapat membatalkan puasa.

Pada bab puasa Fathul Qorib memaknai Huqnah sebagai suatu teknik pemberian obat dengan cara memasukannya langsung melalui 2 jalan tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari, huqnah dicontohkan dengan pemberian obat wasir atau KB yang biasanya dimasukkan langsung ke dalam lubang tersebut.

3. Muntah yang disengaja

Sebagaimana penjelasan yang sebelumnya, muntah yang dilakukan sebab kesengajaan dapat membatalkan puasa.

Akan tetapi, apabila muntah karena mabuk kendaraan ataupun karena mualnya ibu hamil, puasanya tidak dihukumi batal.

4. Melakukan jima’ secara sengaja

Jima’ atau bersetubuh secara sengaja dapat membatalkan puasa. Namun, apabila jima’ dilakukan sebab lupa bahwa hari itu sedang berpuasa, tidak batallah puasanya alias dimaafkan.

5. Keluarnya mani sebab mubasyaroh

Pada bab puasa Fathul Qorib dijelaskan bahwa kata mubasyaroh di sini memiliki arti bertemunya kulit.

Jadi, jika keluarnya mani sebab bertemunya kulit baik melalui jalan haram ataupun halal, puasanya tetap dihukumi batal.

Apabila keluarnya mani sebab ihtilam atau mimpi basah, puasa tidak dihukumi batal karena dima’fu atau dimaafkan karena tidak disengaja.

Meskipun puasanya tidak batal, namun orang tersebut tetap wajib mandi besar atau mandi wajib untuk mensucikannya.

6. Haid dan Nifas

Hal yang membatalkan puasa selanjutnya adalah datangnya haid ataupun nifas. Dihukumi haid apabila darah yang keluar minimal 1 hari 1 malam.

Adapun nifas di sini adalah darah yang keluar sebab melahirkan baik secara normal ataupun operasi.

Seseorang yang mengalami nifas dihukumi hadast besar dan tidak diperbolehkan untuk berpuasa.

Batas maksimal nifas adalah 60 hari, namun rata-rata nifasnya perempuan pasca melahirkan adalah 40 hari.

7. Gila atau hilang akal

Gila atau hilang akal, seperti pingsan, ayan, dan koma juga termasuk hal yang dapat membatalkan puasa.

8. Murtad

Murtad adalah keluar dari agama Islam sebab syirik atau menyekutukan Allah SWT. Hal ini jelas membatalkan puasa.

Pasal 4: Hal yang Disunahkan Dalam Berpuasa

bab puasa Fathul Qorib
Kesunahan puasa via cloudfront.com

Pasal 4 bab puasa Fathul Qorib menjelaskan tentang hal-hal yang disunahkan dalam berpuasa.

Ada 3 hal yang dapat dilakukan agar puasanya semakin afdhol dan menambah pahala yaitu:

1. Menyegerakan berbuka

Menyegerakan berbuka ketika sudah yakin waktunya berbuka puasa adalah hal yang sangat disunahkan meskipun hanya dengan air putih.

2. Mengakhirkan sahur

Mengakhirkan sahur juga merupakan hal yang disunahkan. Jadi, sebaiknya sahur dilakukan sekitar 30 menit atau 1 jam sebelum imsak.

3. Menjaga lisan

Mengatakan kata-kata kotor, mengumpat, atau berbohong memang tidak membatalkan puasa. Namun, hal ini dapat mengurangi pahala puasa itu sendiri.

Oleh sebab itu, menjaga lisan dari perkataan yang tidak baik adalah hal yang sangat disunahkan selama berpuasa.

Bab puasa Fathul Qorib menjelaskan suatu tuntunan apabila seseorang yang berpuasa sedang emosi dan ingin mencemooh atau justru sedang dicemooh.

Apabila hal tersebut terjadi, sebaiknya katakan secara lisan atau dalam hati bahwa “Aku adalah orang yang berpuasa”. 

Pasal 5: Puasa yang Dihukumi Haram dan Makruh Tahrim

Pasal terakhir yang dibahas pada bab puasa Fathul Qorib adalah waktu-waktu yang dihukumi haram ataupun makruh tahrim untuk berpuasa.

Pertama, ada 5 waktu yang diharamkan berpuasa yaitu ketika Idul Fitri, Idul Adha, dan 3 hari tasyrik setelah Idul Adha.

Selanjutnya, waktu yang dihukumi makruh tahrim untuk berpuasa adalah pada hari syak atau hari yang diragukan.

Maksud dari makruh tahrim di sini adalah makruh yang mendekati haram. Artinya, waktu tersebut sangat dianjurkan untuk tidak berpuasa.

Adapun yang termasuk hari syak adalah tanggal 30 bulan sya’ban atau sehari sebelum bulan Romadlon.

Pada hari syak tersebut banyak terjadi khilafiyah atau perbedaan pendapat mengenai jatuhnya tanggal 1 Romadlon.

Demikianlah 5 pasal utama yang dijabarkan dalam bab puasa Fathul Qorib dan semuanya wajib dipahami oleh setiap muslim.

Dengan belajar ilmu fiqih, tentu saja akan meningkatkan keabsahan dalam beribadah terutama puasa seperti yang sudah dijelaskan.