6 Dialek Bahasa Daerah Jawa Tengah & Sejarahnya

Dilihat dari segi geografis, dialek bahasa daerah Jawa Tengah bisa dikelompokkan menjadi tiga, yakni dialek Bahasa Jawa bagian Barat, dialek Bahasa Jawa bagian Tengah, serta dialek Bahasa Jawa bagian Timur.

Di mana berdasarkan pengelompokan tersebut, dialek yang digunakan oleh masyarakat penutur tidak harus menggunakan dialek asli daerahnya, hal ini disebabkan karena adanya perpaduan budaya.

Nah, berikut ini sejarah bahasa daerah Jawa Tengah dan juga beberapa dialek yang bisa anda ketahui.

Sejarah Bahasa Daerah Jawa Tengah

Bahasa Daerah Jawa Tengah
Bahasa Daerah Jawa Tengah

Perbedaan bahasa daerah Jawa Tengah memang tidak terlepas dari proses asimilasi serta perpaduan budaya yang ada di Jawa Tengah.

Seperti contohnya dialek Surakarta yang tidak dipungkiri hampir sama dengan dialek Yogyakarta.

Adapun untuk dialek Brebes Barat atau perbatasan Cirebon juga berbeda dengan Brebes Selatan atau pada perbatasan Banyumas.

Perbedaan tersebut tidak lain disebabkan karena adanya pengaruh bahasa lain yang ada di daerah Jawa Tengah.

Bahasa Daerah Jawa Tengah ataupun dialek Ngapak menurut berbagai literasi dialek tersebut adalah dialek tertua yang ada di Tanah Jawa setelah bahasa Sansekerta. Dialek tersebutlah yang hingga saat ini tidak tercampur dengan bahasa lain mana saja.

Dialek Bahasa Daerah Jawa Tengah

Bahasa Daerah Jawa Tengah
Bahasa Daerah Jawa Tengah Via goodnewsfromindonesia.id

Bahasa daerah Jawa Tengah memiliki beberapa macam dialek yang dipengaruhi oleh kebudayaan maupun dipengaruhi oleh daerah lainnya.

Bagi anda yang ingin belajar bahasa Jawa, berikut ini bebebapa bahasa daerah Jawa Tengah yang bisa anda ketahui, antara lain yakni sebagai berikut:

1. Dialek Tegal-Banyumas

Bahasa daerah Jawa Tengah yang pertama adalah dialek Tegal-Banyumas atau biasa disebut dengan Basa Ngapak.

Basa Ngapak sendiri merupakan kelompok bahasa daerah Jawa Tengah yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah seperti Pemalang, Brebes, Tegal, Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purbalingga, serta Banjarnegara.

Untuk logat bahasanya cukup berbeda dibandingkan dengan dialek Bahasa Jawa lainnya. Hal tersebut dikarenakan Bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan Bahasa Kuno.

Sedangkan untuk Dialek Tegal adalah salah satu kekayaan bahasa daerah Jawa Tengah, selain Banyumas.

Meskipun mempunyai kosa kata yang sama dengan Dialek Banyumas, namun pengguna Dialek Tegal tidak serta merta mau disebut Ngapak karena beberapa hal.

Alasanya dikarenakan perbedaan intonasi yang digunakan ketika berbicara, pengucapan, serta makna kata yang digunakan.

Implikasi berikutnya ialah pada pperkembangan Bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan bahasa yang berdasarkan dengan status sosial.

Namun, pengaruh budaya foedal tersebut tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat yang ada di wilayah Banyumasan.

Hal itulah yang menyebabkan pada tahap perkembangan di era Bahasa Jawa modern ini terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara Bahasa Jawa standar dengan bahasa Banyumasan.

Dengan ini maka timbulan istilah bandhekan untuk mempresentasikan gaya Bahasa Jawa standar atau biasa dikenal dengan bahasa wetanan.

2. Dialek Pekalongan

Dialek Pekalongan merupakan salah satu bahasa daerah Jawa Tengah yang dituturkan di Kabupaten Batang, Kota Pekalongan, serta Kabupaten Pekalongan.

Dialek Pekalongan termasuk dalam dialek Bahasa Jawa yang sederhana, namun komunikatif. Menurut orang Yogyakarta atau Surakarta dialek tersebut termasuk kasar dan sulit dimengerti.

Namun oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat dan sulit untuk dimengerti juga.

Untuk dialek Pekalongan banyak menggunakan kosakata yang sama dengan Dialek Tegal, sedangkan untuk pengucapannya tidak begitu kental, melainkan lebih datar dalam pengucapannya.

3. Dialek Kedu

Dialek Kedu merupakan bahasa daerah Jawa Tengah yang tersebar di timur Kebumen seperti Prembun, Purworejo, Magelang, dan Temanggung.

Dialek tersebut terkenal dengan cara bicaranya yang cukup khas dikarenakan merupakan pertemuan antara dialek “Bandhek” dan juga dialek “Ngapak”.

Untuk contohnya seperti kata yang masih menggunakan dialek “Ngapak” dalam tuturannya cukup “Bandhek” yakni “Nyong”: aku, namun orang Magelang menggunakan “Aku”.

4. Dialek Semarangan

Dialek Semarangan merupakan bahasa daerah Jawa Tengah yang dituturkan di daerah Semarang dari pesisir (Pekalongan, Kudus, Demak, ataupun Purwodadi) dan daerah bagian selatan maupun pegunungan membuat dialek Semarangan ini mempunyai kata Ngoko, Ngoko Andhap, serta Madya.

Untuk pengguna dialek Semarangan juga senang menyingkat frase, seperti Lampu abang ijo (lampu lalu lintas) menjadi “Bang-Jo”.

Namun, tidak semua frasa dapat disingkat, sebab tergantung kepada kesepakatan serta minat pada penduduk Semarang terkait frasa yang akan disingkat.

Adanya para warga maupun budaya yang heterogen dari Jawa, Tiongkok, Arab, Pakistan, maupun India juga mempunyai sifat terbuka dan ramah di Semarang.

Mereka akan menambahkan kosakata dan dialek Semarang pada kemudian hari ketika berkomunikasi.

Adanya bahasa Jawa yang digunakan tetap mengganggu bahasa Jawa yang baku, sama dengan di daerah Solo.

Artinya bahwa apabila orang Kudus, Pekalongan, Boyolali pergi ke kota Semarang akan mudah dan komunikatif berkomunikasi dengan penduduknya.

Dialek Semarangan mepunyai kata yang khas dan sering diucapkan masyarakat setempat dan menjadi ciri tersendiri yang membedakan dengan dialek Jawa lainnya.

Orang Semarang lebih banyak menggunakan partikel “ik” untuk mengungkapkan kekaguman maupun kekecewaan yang sebenarnya tidak dimiliki oleh Bahasa Jawa.

5. Dialek Pantai Utara (Pantura) Timur

Dialek Pantai Utara Timur Jawa Tengah merupakan sebuah dialek bahasa daerah Jawa Tengah yang sering disebut dengan “Dialek Muria”.

Hal ini dikarenakan dituturkan di wilayah area kaki gunung Muria, seperti wilayah Jepara, Kudus, Pati, Blora, dan juga Rembang.

Untuk ciri khas dialek ini yakni digunakannya akhiran –em maupun –nem (dengan e pepet) yang menggantikan akhiran –mu pada bahasa Jawa untuk menyatakan kata ganti orang kedua tunggal.

Sedangkan untuk akhiran –em digunakan apabila kata berakhiran huruf konsonan, sementara –nem digunakan apabila kata berakhiran vokal.

Contoh kaya yang menggunakan dialek tersebut misalnya kata “Kathok” yang memiliki makna celana menjadi “Kathokem”, dan sebagainya.

Ciri lainnya yakni sering digunakan partikel “eh” dengan vokal e yang diucapkan panjang, dalam percakapan untuk menggantikan partikel bahasa Jawa “ta”.

Contohnya seperti “Aja ngono, eh!” (Jangan begitu, dong!), yang lebih banyak diucapkan dibandingan “Aja ngono, ta!”.

6. Dialek Surakarta-Yogyakarta

Bahasa daerah Jawa Tengah yang terakhir yakni dialek Surakarta-Yogayarta yang diucapkan di daerah Surakarta dan Yogyakarta, termasuk daerah pada bagian tengah Pulau Jawa.

Dialek tersebut adalah Bahasa Jawa baku dan menjadi standar bagi pengajaran Bahasa Jawa baik dalam negeri maupun secara internasional.

Bahasa Jawa Surakarta-Yogyakarta sejatinya adalah pengembangan Bahasa Jawa baru gaya Mataram dengan ciri dialek “o” dalam beragam kosakatanya.

Untuk bahasa Jawa baku mengenal undhak-undhuk basa serta menjadi bagian penting dalam tata karma masyarakat Jawa dalam berbahasa.

Terdapat tiga bentuk utama variasi yakni Ngoko, Madya, serta Krama. Yang diantara setiak bentunya terdapat bentuk penghormatan dan perendahan.

Dengan ini, maka anda bisa mendalami dan belajar berbahai bahasa Jawa, mulai dari belajar bahasa Jawa Ngoko sampai dengan belajar bahasa Jawa Krama.

Untuk dialek bahasa Jawa Tengah lainnya cenderung kurang memegang erat terkait tata tertib berbahasa seperti hal ini.

Nah, demikian beberapa dialek bahasa daerah Jawa Tengah yang bisa anda ketahui beserta dengan sejarahnya. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi anda ya.

Editted by UN

Tinggalkan komentar