Induksi Kehamilan: Kenapa, Siapa, Bagaimana, Resiko

Dalam kondisi normal, bayi yang akan lahir ke dunia melalui vagina tidak akan lama keluar setelah ibu hamil mengalami tanda mau melahirkan.

Namun, dalam situasi tertentu, tanda tersebut tidak muncul sehingga harus mendapatkan tindakan yang disebut induksi kehamilan.

Tindakan medis ini merupakan proses merangsang kontraksi otot rahim supaya ibu bisa menjalani proses melahirkan normal melalui jalur vagina.

Kondisi kehamilan dapat menjadi alasan mengapa induksi tersebut dilakukan, terutama yang menyangkut dengan kondisi kesehatan ibu atau bayi.

Siapa harus Melakukan Induksi Kehamilan?

Banyak pertimbangan dokter sebelum memutuskan untuk melakukan induksi pada persalinan ini. Tidak semua ibu hamil dapat melakukan proses induksi karena memiliki risiko yang cukup tinggi bagi ibu dan janinnya. Siapa saja yang boleh melakukannya?

1. Usia Kehamilan Melebih Due Date

Jika usia kehamilan sudah melebihi tanggal perkiraan lahiran yang telah ditentukan, maka biasanya dokter akan menganjurkan anda untuk melakukan porses induksi. Sebab, jika dibiarkan terlalu lama, dikhawatirkan akan membahayakan kesehatan bayi.

Seperti halnya kinerja plasenta kurang efektif sehingga distribusi nutrisi untuk bayi tidak optimal. Atau volume air ketuban yang sudah mulai menipis dan berwarna hijau. Pada kondisi ini, proses persalinan harus segera dilakukan.

2. Pecah Ketuban

Risiko infeksi dapat meningkat saat air ketuban pecah sebelum anda merasakan kontraksi. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama sebab bisa membahayakan keselamatan pada janin.

Jika usia kehamilan masih dibawah 37 minggu dan terjadi pecah ketuban. Dokter biasanya akan mengajak berdiskusi mengenai tindakan persalinan yang akan dipilih. Hal ini disebabkan terkait dengan bayi yang terlahir secara prematur berisiko terhadap gangguan kesehatan.

Namun jika pecah ketuban terjadi mendekati due date, maka dokter akan menawarkan pilihan induksi untuk menuju pada proses persalinan yang normal.

3, Infeksi pada Cairan Ketuban

Jika anda mengalami infeksi pada rahim atau cairan ketuban pada minggu akhir usia kehamilan, kemungkinan besar akan diinduksi untuk mempercepat proses persalinan. Selain itu, induksi juga bertujuan untuk mengobati infeksi.

4. Gangguan Kesehatan pada Calon Ibu

Proses induksi pada persalinan juga sangat dianjurkan bagi calon ibu yang memiliki riwayat penyakit kronis seperti diabetes dan sebagainya. Pada kondisi tertentu, proses induksi menjadi pilihan yang terbaik untuk mempercepat dan memudahkan proses persalinan.

Baca juga: Melahirkan dengan BPJS

Siapa yang Tidak Dianjurkan Melakukan Induksi Kehamilan?

Induksi Kehamilan
Induksi Kehamilan harus Dilakukan Via sehatq.com

Induksi kehamilan bukan metode yang dapat dilakukan oleh semua ibu hamil. Jika anda memiliki kondisi berikut ini, anda tidak dianjurkan untuk melakukan proses induksi.

  1. Pernah menjalani operasi Caesar sebelumnya dengan sayatan klasik.
  2. Posisi plasenta menghalangi serviks atau leher rahim.
  3. Posisi bayi yang akan lahir dengan tubuh bagian bawah terlebih dahulu, ataupun berada di posisi menyamping.
  4. Ibu hamil yang memiliki herpes genital aktif.
  5. Tali pusat bayi masuk ke dalam vagina sebelum melahirkan.

Bila anda pernah menjalani bedah Caesar sebelumnya dan diinduksi, dokter mungkin akan menghindari memberikan obat-obatan tertentu. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi risiko pecahnya uterus atau rahim.

Bagaimana Cara Induksi Kehamilan yang Aman Dilakukan?

Induksi Kehamilan
Cara Aman melakukan Induksi Kehamilan Via tirto.id

Induksi saat kehamilan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pemberian obat atau dengan metode lainnya. Cara ini dapat dilakukan tergantung dengan kesiapan tubuh ibu untuk melahirkan.

Jika kondisi leher rahim ibu belum mulai melunak, menipis, atau membuka. Artinya bahwa tubuh ibu belum siap untuk melahirkan. Pada kondisi tersebut, ibu hamil akan diberikan obat untuk membuat leher rahim siap untuk proses kelahiran.

Namun, sebelum induksi pada kehamilan dimulai, dokter biasanya akan meminta anda untuk melakukan uji profil biofisik ataupun pengujian non stress tes (NST). Tes tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi dan respon dari janin.

Baca juga: Melahirkan Caesar

Berikut ini beberapa metode yang digunakan dalam induksi kehamilan sebagai berikut:

1. Menggunakan Prostaglandin

Untuk membuka leher rahim supaya menipis atau terbuka, dokter akan memasukkan obat prostaglandin ke dalam vagina anda. obat ini bertindak seperti hormon sehingga dapat membantu mematangkan leher rahim untuk persalinan.

2. Menggunakan Kateter Foley

Selain menggunakan obat, merangsang persalinan juga dapat dilakukan dengan alat. Dokter akan memasukan kateter dengan balon khusus ke ujung leher rahim untuk merangsang persalinan.

Balon ini akan diisi air sehingga dapat menekan leher rahim yang kemudian akan merangsang pelepasan hormon prostaglandin dalam tubuh. Hal tersebut dapat menyebabkan leher rahim melunak dan terbuka.

3. Mengusap Selaput Leher Rahim

Jika leher rahim sudah mulai membuka. Anda mungkin tidak perlu lagi mengguakan obat atau kateter untuk merangsang pematangan leher rahim. Anda hanya membutuhkan sedikit rangsangan.

Dokter akan memasukkan jarinya ke dalam leher rahim dan secara manual akan memisahkan kantong ketuban dari rahim. Hal ini membuat hormon prostaglandin dilepaskan oleh tubuh, sehingga terjadi pematangan leher rahim dan mungkin juga konstraksi.

4. Pemecahan Kantong Ketuban

Saat leher rahim sudah terbuka beberapa sentimeter dan kepala bayi sudah pindah ke panggul. Namun, anda harus menunggu lama sampai persalinan siap dilakukan.

Dokter akan memecahkan kantong ketuban dengan alat kecil. Kantong ketuban yang pecah dapat membuat anda merasakan kontraksi untuk melahirkan.

5. Menggunakan Oksitosin

Oksitosin berfungsi untuk merangsang atau meningkatkan kontraksi. Dokter akan memberikan oksitosin melalui cairan infus dalam dosis yang rendah. Jumlahnya akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

Selain cara diatas, terdapat juga proses induksi yang alami dan dipercaya berhasil menghasilkan kontraksi. Cara tersebut, di antaranya:

  • Berolahraga ringan, misalnya jalan kaki.
  • Melakukan hubungan seksual dan mengeluarkan sperma pad aliang vagina dapat merangsang keluarnya horman oksitosin. Namun jangan lakukan ini saat air ketuban sudah pecah karena bisa mengakibatkan infeksi.
  • Memijat putting payudara yang juga bisa merangsang keluarnya hormon oksitosin.
  • Akupuntur dan akupresur juga dipercaya bisa merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormone oksitosin. Tetapi pastikan bahwa anda melakukannya dnean bantuan tenaga profesional.

Baca juga: Melahirkan normal

Apakah Terdapat Risiko dari Induksi Kehamilan?

Induksi Kehamilan
Risiko dari Induksi Kehamilan Via doktersehat.com

Sebagian besar induksi pada kehamilan berjalan dengan lancar tanpa efek samping. Namun tetap terdapat kemungkinan efek samping yang menyusul setelah menjalani proses induksi.

Ketika induksi tidak bekerja, anda mungkin membutuhkan metode induksi lainnya. Selain itu, induksi juga dapat berlangsung lama, terutama jika leher rahim belum siap. Berikut ini beberapa risiko yang bisa terjadi saat anda melakukan induksi pada kehamilan, yaitu:

1. Denyut Jantung Bayi Rendah

Denyut jantung yang rendah pada bayi bisa terjadi karena obat yang digunakan saat induksi kehamilan untuk merangsang kontraksi. Hal tersebut justru menyebabkan kontraksi muncul terlalu kuat.

Bahkan, timbulnya kontraksi juga bisa terlalu sering dalam waktu yang cukup lama. Hal ini membuat pasokan oksigen ke bayi semakin berkurang, sehingga menyebabkan denyut jantung bayi rendah.

2. Ruptur Uteri atau Rahim Robek

Dalam kasus yang jarang, ruptur uteri dapat terjadi karena obat prostaglandin dan oksitosin yang digunakan selama masa induksi. Operasi Caesar mungkin diperlukan pada saat itu untuk mencegah komplikasi yang lebih berbahaya lagi.

3. Masalah pada Tali Pusar Bayi

Induksi pada kehamilan dapat meningkatkan risiko prolapse tali pusat, di mana tali pusar mendahului janin pada saat kelahiran sehingga pasokan oksigen menuju janin terganggu.

4. Perdarahan Setelah Melahirkan

Induksi pada kehamilan dapat meningkatkan risiko otot rahim mengalami kontraksi yang buruk setelah proses persalinan. Hal itu menyebabkan perdarahan serius setelah melahirkan.

5. Infeksi

Risiko infeksi pada ibu dan bayi akan meningkat saat anda mendapatkan induksi kehamilan.

6. Kegagalan Induksi

Kegagalan induksi pada kehamilan dapat terjadi karena rahim tidak cukup membuka. Persalinan tidak dapat dilakukan sehingga ibu hamil perlu untuk menjalani operasi Caesar.

Di samping keuntungan tersebut, proses ini juga memiliki sejumlah risiko. Akan tetapi, jika dokter merekomendasikan hal itu, manfaat yang anda dapat bisa lebih besar dibandingkan dengan risikonya.

Proses induksi pada kehamilan yang dilakukan dengan tepat sebenarnya bisa menyelamatkan ibu dan janin saat persalinan di nilai akan membahayakan. Di balik risiko di atas, proses tersebut cenderung memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan risikonya.

Jika sedang mempertimbangkan induksi kehamilan, diskusikan terlebih dahulu dengan dokter kandungan anda. Menjalani induksi untuk mempercepat proses persalinan perlu dilakukan sesuai dengan indikasi dan kebutuhan.

Maka dengan itu, anda harus pastikan situasi yang sesuai untuk menjalani prosedur induksi tersebut. Dan hanya menjalaninya jika memang sangat diperlukan. Semoga bermanfaat.

Editted: 25/06/2021 by IDNarmadi.

Tinggalkan komentar