6 Hal Penting Tentang Operasi Caesar dan Sterilisasi

Ibu hamil yang kan melahirkan dapat memilih proses persalinannya. Proses persalinan dapat dilakukan dengan normal, operasi Caesar dan steril pasca caesar. 

Operasi caesar atau bedah caesar, dan disebut juga dengan seksio caesarea, merupakan persalinan dengan teknik pembedahan di perut sang ibu.

Umumnya operasi ini dilakukan ketika proses persalinan normal seperti biasa melalui vagina, tidak memungkinkan karena berisiko kepada komplikasi medis lainnya. 

Profesional yang semestinya dikategorikan dalam penanganan ini yakni dilakukan oleh tim dokter yang beranggotakan spesialis kandungan, anak, anastesi serta bidan.

Dokter spesialis kandungan biasanya operasi caesar ketika proses kelahiran melalui vagina kemungkinan dapat menyebabkan pada sang ibu maupun si bayi.

Baca juga: Melahirkan dengan BPJS

Sejarah Operasi Caesar 

Awal mula operasi caesar berawal dari kisah pemimpin kekaisaran Romawi ternama, yaitu Julius Caesar, dia dilahirkan dengan cara operasi caesar.

Dapat dibayangkan zaman yang masih menggunakan alat-alat seadanya, namun, sejarah mencatat bahwa ibunya, sempat hidup lama bahkan melewati banyak tahun.

Nama Caesar kemudian menjadi referensi untuk prosedur pelaksanaan operasi caesar di dalam hukum kaisar Romawi pada abad 8 sebelum masehi. Namun sebelum mengenal penangganan dengan teknologi, angka kematian akibat operasi caesar di Inggris dan Irlandia pada tahun 1865 mencapai 85%.

Dewasa ini, di Amerika Serikat, Britania Raya, Australia dan Selandia Baru, sang suami malah disarankan untuk hadir pada saat operasi. Kehadiran itu untuk memberikan dukungan untuk sang istri saat operasi caesar dan steril, juga ini memberikan rasa aman dan kepercayaan sang istri.

Pada saat yang sama, dokter spesialis anastesi biasanya menurunkan kain penghalang ketika bayi dilahirkan agar orang tua dapat melihat bayinya. Namun sejauh ini, rumah sakit di Indonesia tidak memperbolehkan kehadiran keluarga turut serta saat sedang operasi caesar termasuk sang suami.

Paska operasi caesar, banyak para ibu memilih langkah sterilisasi, ini adalah cara medis yang bersifat kontrasepsi permanen kepada sang ibu. Operasi Caesar dan steril akan lebih mudah bila dilakukan bersamaan. Jadi setelah melahirkan caesar langsung menjahit sayatan pada rahim sang ibu. 

Dokter dalam hal ini akan menjalani prosedur steril terhadap kedua saluran telur (tuba falopii), dengan cara mengikat atau pun memotongnya. Sterilisasi dapat dilakukan dengan ligasi tuba atau oklusi tuba, dibawah ini akan dijelaskan timeline dari awal operasi caesar dan steril.

sejarah operasi caesar
Operasi Caesar dan Steril via discoverwalks.com

Jenis-Jenis Operasi Caesar

Operasi caesar dibedakan menjadi beberapa tipe, seperti bentuk sayatan yang dilakukan pada uterus, bukan sayatan pada kulit perut bagian bawah. Jenis lain dari operasi caesar seperti bedah caesar berulang dilakukan, dengan cara sayatan dilakukan pada bekas luka operasi caesar sebelumnya.

Ada juga histerektomi caesar, yaitu pembedahan dengan diikuti pengangkatan rahim si ibu, pembedahan ini perlu diterapkan ketika pendarahan sulit tertangani.

Ada juga bedah dengan sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih, metode ini meminimalkan risiko pendarahan dan cepat penyembuhannya.

Kenapa Harus Operasi Caesar?

Jenis operasi caesar dan steril
Operasi Caesar dan Steril via Dismonimo

Penyebab harus melahirkan secara caesar karena kondisi medis tertentu, dan harus dilakukan operasi untuk mencegah situasi kritis ibu dan bayi.

Cobalah untuk berkonsultasi dengan dokter, karena operasi caesar harus direncanakan sebelumnya jika si ibu mengalami komplikasi kehamilan yang sangat beresiko.

Jika si ibu mengalami salah satu dari penyebab, maka harus melahirkan secara caesar, prosedur aman dilakukan selama memperoleh perawatan intensif. Namun, ada juga alasan terhadap waktu persalinan yang lama dan rasa nyeri dirasakan saat bersalin, akhirnya memilih menjalani operasi caesar.

Alasan-alasan yang dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan operasi caesar seperti:

  1. Saat proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan normal (distosia);
  2. Jika detak jantung bayi dalam rahim (fetal distress);
  3. Jika sang ibu kelelahan dalam persalinan;
  4. Mempunyai komplikasi pre-eklampsia;
  5. Sang ibu menderita herpes;
  6. Jika tali pusar bayi putus;
  7. Jika memiliki risiko luka parah pada rahim;
  8. Terkadang persalinan kembar;
  9. Jika si bayi dalam posisi sungsang atau menyamping;
  10. Gagalnya persalinan dengan induksi;
  11. Gagalnya persalinan dengan mengunakan alat bantu (forceps atau vakum);
  12. Jika si bayi besar (berat badan lahir lebih dari 4,2 kg);
  13. Memiliki masalah plasenta seperti plasenta previa, seperti ari-ari menutupi jalan lahir;
  14. Memiliki kontraksi di pinggul;
  15. Mempunyai pengalaman operasi caesar (masih dalam perdebatan);
  16. Punya histori masalah pada penyembuhan perineum, seperti oleh proses persalinan sebelumnya atau penyakit Crohn;
  17. Jika angka d-dimer tinggi pada si ibu hamil yang menderita sindrom antibodi antifosfolipid;
  18. Jika CPD atau cephalo pelvic disproportion, proporsi panggul dan kepala bayi yang tidak sesuai, sehingga persalinan terhambat;
  19. Jika ukuran kepala mempunyai ukuran lebih besar dari ukuran normal (hidrosefalus); dan
  20. Jika sang ibu menderita hipertensi, atau penyakit tekanan darah tinggi.

Sterilisasi Paska Caesar

Setelah mengetahui alasan kenapa harus caersar, kini masuk ke bahasa operasi caesar dan steril. Metode steril dapat diterapkan pada usia berapa pun, dimana si ibu dan pasangannya sudah yakin, untuk tidak memiliki anak lagi.

Biasanya, ditawarkan sebagai metode kontrasepsi terhadap wanita di atas usia 35 tahun yang sudah memiliki lebih dari 2 anak hidup.

Sterilisasi adalah salah satu metode kontrasepsi baik yang bersifat jangka panjang, namun perlu pertimbangan matang untuk melakukannya, karena tidak reversible.

Dengan kata lain kesuburan tidak bisa dikembalikan lagi dan berlaku seumur hidup, mengingat sulit untuk melakukan rekonstruksi saluran telur pascasterilisasi.

Metode dan Prosedur Sterilisasi

Operasi caesar dan steril adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Metode yang digunakan sterilisasi pada sang ibu, baik ligasi tuba maupun oklusi tuba, bertujuan menghalangi sperma untuk membuahi sel telur. Berikut dibawah ini penjelasan tahapan masing-masing prosedur sterilisasi:

  • Prosedur ligasi tuba:
  1. Pasien akan dibius lebih dulu dengan bius, sehingga sang ibu tidak merasakan apapun;
  2. Dokter kandungan akan membuat sayatan kecil di sekeliling pusar, kemudian perut sang ibu nantinya diisi dengan gas karbondioksida supaya menggelembung;
  3. Selanjutnya perut si ibu menggembung, dokter akan memasukkan alat kecil yang dilengkapi kamera dan lampu sejenis laparoskop, untuk menjangkau organ reproduksi ibu;
  4. Dokter membuat sayatan lain, untuk memasukkan alat seperti klip, untuk digunakan menutup tuba falopi;
  5. Setelah itu penutupan tuba falopi dapat dilakukan dengan cara membuang bagian tuba falopi, memotong, melipat, dan menjepit saluran tuba dengan menggunakan ring atau penjepit khusus; dan
  6. Terakhir ligasi tuba, dapat dilakukan sesaat setelah operasi caesar. Keadaan ini sayatan akan sesuai dengan operasi caesar.
  • Prosedur oklusi tuba:
  1. Pasien akan dibius terlebih dahulu sebelum oklusi tuba dilakukan. Bius yang diberikan bisa bius lokal atau total;
  2. Dokter akan memasukkan alat khusus yang dilengkapi kamera kecil (histeroskop) melalui vagina hingga ke leher rahim;
  3. Setelah histeroskop mencapai leher rahim, logam kecil berbahan titanium (microinsert) akan dimasukkan ke tuba falopi. Microinsert akan menimbulkan jaringan parut dan menutup saluran tuba falopi, sehingga menghalangi masuknya sperma;

Hal-Hal Yang Harus Di Waspadai

pentingnya operasi caesar dan steril
Operasi Caesar dan Steril via hellosehat.com

Perlu dipahami sterilisasi, baik dengan cara ligasi tuba atau oklusi tuba, tidak mencegah penyakit menular seksual, seperti chlamydia atau AIDS.

Meskipun langkah ini dianggap permanen, pengembalian dari ligasi tuba masih memungkinkan dapat dilakukan kembali, walaupun, tingkat keberhasilannya sangat kecil sekali.

Namun khusus untuk sang ibu yang memiliki reaksi alergi terhadap obat bius apapun, sangat tidak disarankan menjalani metode ligasi tuba. Lain halnya dengan oklusi tuba, amat sangat disarankan keras untuk tidak dilakukan pada sang ibu jika memiliki gejala seperti berikut: 

  • Jika ragu apakah ada rencana mengandung lagi atau tidak di kemudian hari;
  • Jika mempunyai alergi terhadap logam dan cairan kontras;
  • Mengidap penyakit autoimun;
  • Mempunyai pengalaman keguguran dalam 6 minggu terakhir;
  • Jika menderita radang panggul;
  • Sang ibu sudah menjalani prosedur ligasi tuba sebelumnya;
  • Jika hanya memiliki satu tuba falopi;
  • Jika tuba falopi terhalang atau pun tertutup, baik satu maupun keduanya;
  • Operasi pengembalian tidak bisa dilakukan pada sang ibu yang menjalani oklusi tuba; dan
  • Jika adanya kelainan pada tuba falopi.

Operasi caesar dilakukan ketika proses persalinan normal seperti biasa melalui tidak bekerja sebagaimana mestinya, hal ini memungkinkan berisiko dalam medis. Jenis lain dari operasi caesar seperti bedah caesar berulang dilakukan, dengan cara sayatan dilakukan pada bekas luka operasi caesar sebelumnya.

Ada juga histerektomi caesar, yaitu pembedahan dengan diikuti pengangkatan rahim si ibu, pembedahan ini perlu diterapkan ketika pendarahan sulit tertangani. Ditambah lagi jenis bedah dengan sayatan mendatar bagian atas dari kandung kemih, metode ini meminimalkan risiko pendarahan dan cepat penyembuhannya. 

Paska caesar, banyak para ibu yang memutuskan untuk segera melakukan sterilisasi, metode ini adalah cara medis yang bersifat kontrasepsi permanen. Operasi caesar dan steril akan lebih mudah bila dilakukan bersamaan, setelah melahirkan si bayi dan menjahit sayatan pada rahim ibu.

Perlu dipahami. sterilisasi, baik dengan cara ligasi tuba atau oklusi tuba, tidak mencegah penyakit menular seksual, seperti chlamydia atau AIDS.

Editted: 25/06/2021 by IDNarmadi.

Tinggalkan komentar