7 Contoh Pelanggaran Etika Bisnis Online

Pelanggaran etika bisnis online sangat mudah ditemukan setiap kali membuka internet. Atas nama keuntungan, tak sedikit pengusaha yang menghalalkan berbagai cara untuk mencapainya. Padahal, praktik yang dilestarikan semacam ini tidak saja merugikan masyarakat, namun secara jangka panjang berbahaya bagi ekosistem bisnis di internet.

Etika dan etiket bisnis adalah dua hal yang berbeda. Etika sendiri lebih bersifat permanen dan memiliki kesamaan di berbagai tempat dan waktu. Sedangkan etiket berlaku di tempat, waktu, dan konteks tertentu. Konsekuensi dari etiket pun umumnya tidak seberat pelanggaran etika.

Pelanggaran etika bisnis harus sebisa mungkin dihindari oleh setiap pengusaha. Tak peduli besaran atau kecilnya sebuah usaha, pelanggaran atasnya dapat berakibat fatal. Seringkali kerusakan yang ditimbulkan sulit untuk dipulihkan.

Karenanya setiap pengusaha harus sekuat tenaga menerapkan etika bisnis agar operasional perusaan lancar dan secara umum berdampak pada perekonomian yang sehat dan berdaya saing.

Contoh Pelanggaran Etika Bisnis Online

Contoh pelanggaran etika bisnis onlline
Contoh pelanggaran etika bisnis onlline

Peluang bisnis online saat ini begitu bergeliat, maka tak jarang ada banyak pengusaha yang terjun kedalam untuk meraih pundi-pundi keuntungan. Alhasil ada perdagangan online begitu semarak yang tentu saja membuat persaingan menjadi kian kompetitif.

Di tengah persaingan tersebut, tak jarang ada banyak orang mengambil jalan pintas atau sekadar mencari peruntungan di tengah hiruk-pikuk bisnis daring.

Berikut adalah contoh pelanggaran etika bisnis online :

1. Penipuan

Pelanggaran etika bisnis online yang kerap terjadi adalah tindak penipuan. Pelaku penipu bisa datang dari mana saja, bahkan menjangkau dunia internasional melampaui batas hukum sebuah negara. Jarak yang jauh ini seringkali membuat banyak orang berani mengambil risiko.

Penipuan bisa berupa penjualan fiktif. Pembeli akan merasa tertipu ketika uang yang sudah dikirimkan, namun barang tidak pernah datang ataupun penjual segera menghilang. Mungkin barang yang dipesan dikirimkan, namun banyak ketidaksesuaian dengan janji yang ditawarkan.

Penjual model semacam ini dalam pandangan bisnis, tidak akan bertahan lama. Namun dalam kasus penjualan online, kemasan dapat segera berganti rupa dan beralih membuka toko lain. Inilah sulitnya memberantas penipuan di dunia online.

Perlindungan bagi pembeli sejatinya hanyalah ketelitian dan pengetahuan yang cukup saat transaksi di dunia online.

2. Plagiat

Contoh pelanggaran etika bisnis online
ilustrasi pelanggaran etika bisnis online

Menciptakan konten bagi kebutuhan pemasaran adalah hal yang perlu dan bahkan wajib dilakukan bagi para pelaku bisnis online. Namun, ditengah persaingan mencuri perhatian dan biaya pembuatan konten yang kecil, seringkali membuat pelaku bisnis mencari jalan pintas dengan plagiat.

Plagiat adalah tindakan pencurian lewat peniruan dari olah pikir manusia. Hal ini bisa berupa tulisan ataupun desain.

Tindakan plagiat yang diterapkan dalam bisnis dapat mengurangi reputasi perusahaan. Mungkin pada awalnya bisa mencuri perhatian khalayak. Namun sekali terbongkar, reputasi yang dibangun bisa runtuh seketika.

Untuk terhindar dari plagiat, sebaiknya pemasar menggunakan teori ATM, yakni amati, tiru, dan modifikasi. Hal ini dimaksudkan agar konten atau produk yang diciptakan memiliki keunikan dengan yang lainnya.

3. Pencurian Produk Visual

Pengusaha seringkali lupa bahwa setiap karya visual seperti foto, video, dan karya visual lain memiliki hak kekayaan intelektual. Penggunaan tanpa izin yang bersangkutan sama dengan pencurian secara samar. Memang hal ini tidak merugikan secara langsung, namun hal ini tetaplah pelanggaran etika bisnis online.

Padahal untuk menciptakan produk visual semacam ini, betapapun sangat sederhana, tetap membutuhkan usaha. Pengusaha perlu mengapresiasinya untuk memperbaiki kondisi etika bisnis yang ada di platform online.

Hal ini akan menjadi momok besar di mata pelanggan, terutama untuk produk dengan segmen menengah ke atas. Menggunakan visual orang lain tanpa izin akan mencoreng reputasi yang dibangun. Mengingat segmen ini seringkali mengedepankan eksklusivitas, original, dan berkelas, maka pencurian adalah tindakan yang menganulir citra yang dibangun.

Di dunia internet, terutama google telah memberikan seperangkat aturan atas hal ini. Penggunaan karya visual dengan tanpa izin hak cipta dapat dikenakan sanksi berupa penurunan konten. Nampaknya hal ini diikuti oleh wadah lain, seperti media sosial misalnya.

4. “Mengotori” Komentar

Contoh pelanggaran etika bisnis online
ilustrasi pelanggaran etika bisnis online

Spamming atau tindakan mengomentari pesan orang lain dengan tujuan berjualan umum dilakukan di media sosial dewasa ini. Ada banyak akun online shop menggunakan cara ini di banyak lini masa. Tak jarang mereka meningkalkan jejak dimana-mana dalam jumlah banyak.

Mungkin saat internet belum semaju sekarang cara ini masih efektif. Namun ketika fitur dan teknologi internet sudah begitu berkembang seperti sekarang, rasanya tindakan spamming lebih terkesan mengganggu. Kesan ini bisa menimbulkan efek negatif bagi khalayak. Bahkan, bukan tidak mungkin akun yang bersangkutan akan di blokir. Alih-alih mendapatkan pelanggan, justru mereka menjauh.

Akan lebih baik apabila pemegang akun tersebut mengomentari sesuatu yang masuk kedalam ruang lingkup bisnisnya. Selain lebih terarah dalam mengincar pasar, potensi menggaet pelanggan pun jauh lebih besar. Pastinya tidak akan mengganggu.

Maka, itu sebabnya perlu merekrut admin akun yang memiliki literasi media sosial yang cukup, serta mampu membangun percakapan di dalamnya.

5. Tag Acak

Tagging adalah fitur penanda dalam sebuah media sosial atau website dari sebuah kiriman pesan. Lewat fitur inilah umumnya pemasar melakukan pelanggaran etika bisnis online. Biasanya mereka akan menandai barang dagangannya dengan akun atau tagging yang memiliki jumlah pemirsa yang signifikan. Harapannya adalah agar jualan mereka juga mendapatkan sorotan pemirsa.

Namun cara ini seringkali justru berimbas sebaliknya. Kebanyakan orang yang fokus akan tag topik tertentu akan merasa terganggu. Pada tingkat yang parah, tak jarang orang yang bersangkutan atau pemirsa akan menghapusnya atau memblokir toko tersebut.

Maka sebaiknya gunakan tag kepada hal-hal yang berkaitan atau beririsan. Agar pesan yang disampaikan memiliki irisan, perlu kemampuan story telling si pengirim pesan.

Semisal, produk shampo mobil yang ditayangkan di instagram. Maka untuk mendapatkan pemirsa dari tagging mobil, seseorang bisa membangun narasi visual dan teks yang dimulai dari pembahasan kendaraan roda empat terlebih dahulu. Cara ini bukan merupakan pelanggaran etika bisnis online, mengingat orang yang bersangkutan juga mendapatkan keuntungan dari informasi yang diberikan.

6. Pencurian Akun

Pelanggaran etika bisnis online yang paling gamblang adalah pencurian akun. Biasanya tindakan ini mengarah pada akun-akun yang memiliki jumlah pemirsa yang sangat banyak. Pelaku pencurian bisa datang dari dalam atau luar negeri.

Para pencuri ini selayaknya teroris, tak jarang meminta tebusan sejumlah uang tertentu untuk mengembalikan akun tersebut. Apabila permintaan tidak dituruti, maka biasanya akun akan dijual ke pihak lain yang menginginkan.

Disinilah peran pengusaha mengurangi pelanggaran etika bisnis online berupa pencurian akun. Para pelaku usaha bisa untuk menolak menggunakan akun curian untuk kepentingan bisnis. Lewat pengurangan permintaan, maka diharapkan penawaran pun akan berkurang.

Contoh pelanggaran etika bisnis online
ilustrasi pelanggaran etika bisnis online

7. Membajak Merek

Sebuah citra dan reputasi seringkali tidak dibangun dalam semalam. Butuh banyak upaya dan sumber daya untuk mencapainya. Pelaku usaha yang ingin serba cepat seringkali tak punya waktu untuk menunggu pertumbuhan. Mereka merasa memiliki cara cerdik yang sebenarnya merupakan pelanggaran etika bisnis online : Membajak merek.

Cara ini umum dilakukan oleh banyak pengusaha online, baik yang bermain di lingkup pasar online, sosial media, ataupun website. Biasanya mereka menciptakan nama-nama akun atau alamat website yang semirip mungkin dengan aslinya. Harapannya agar pelanggan potensial bisa mengalihkan perhatian ke mereka.

Memang pelanggan seringkali tidak dirugikan, dalam kasus pembelian online misalnya, orang tersebut tetap mendapatkan barang yang sesuai. Namun dari segi etis, orang tersebut sejatinya memanfaatkan sesuatu yang bukan miliknya dan hal itu tetaplah pelanggaran.

Editted by UN.

Tinggalkan komentar