Hindari 3 Zat Bahaya! Pakaian Bayi Wajib SNI

Pakaian bayi sebagai sandang si buah hati jelas memerlukan perhatian khusus. Hal ini menjadi wajar, mengingat kondisi tubuh bayi yang masih rentan wajib terlindung dari paparan risiko, terutama dari bahan yang berbahaya.

Pemilihan dan pembelian produk perlu memperhatikan hal-hal tertentu, khususnya terbebas dari kimia berbahaya.

Sebagai konsumen memilih produk sandang bagi buah hati memang bukan perkara mudah. Butuh pengamatan intens dan riset guna menentukannya, yang terkadang memakan waktu sekaligus anggaran.

Bagi para orang tua sejatinya tidak perlu kesulitan dalam menentukan pilihan produk. Konsumen dapat begitu saja mempercayakannya kepada produk yang berstandar.

Standar berisikan persyaratan-persyaratan tertentu terkait sebuah produk. Umumnya sebuah produk yang telah terstandarisasi wajib melewati serangkaian proses uji dan sertifikasi. Adapun dalam persyaratan tersebut biasanya berisikan syarat-syarat yang berkaitan dengan kualitas, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan hidup.

Baca: Tujuan standarisasi

Di Indonesia sendiri pemerintah bersama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) membuat Standar Nasional Indonesia (SNI) yang juga berkoordinasi dengan lembaga lainnya. BSN sebagai otoritas yang berwenang juga bekerjasama dengan organisasi internasional lainnya dalam mengembangkan dan memelihara SNI.

Sehingga kandungan persyaratan di dalamnya sedikit-banyak mengacu pula ke dunia internasional. Itu artinya adalah produk yang telah menerapkan SNI memiliki standar setara atau sekurang-kurangnya dapat diterima secara internasional.

Terkait dengan pakaian bayi SNI juga mengeluarkan SNI 7617:2013 tentang Persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain. SNI ini disusun berdasarkan data hasil uji dari beragam produk tekstil dan mengacu pada Oeke – Tex 100, sebuah standarisasi tekstil Jerman.

Standarisasi pakaian bayi ini merupakan revisi sekaligus penggabungan dari tiga standar dengan ruang lingkup kain untuk pakaian yang meliputi SNI 08-7189-2006 kadar formaldehida pada pakaian bayi, anak, dan dewasa; SNI 7167:2010 Tekstil – Persyaratan zat warna azo dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak; dan SNI 7722:2011 Tekstil – Persyaratan kadar logam terkestraksi pada kain untuk pakaian.

Standar untuk pakaian bayi pada industri tekstil indoneisa adalah SNI 7617:2013 untuk menghindari zat pewarna azo dan formalin yang menyebabkan risiko kanker
Standar untuk pakaian bayi pada industri tekstil indoneisa adalah SNI 7617:2013 untuk menghindari zat pewarna azo dan formalin yang menyebabkan risiko kanker

Penggabungan dan revisi ini dimaksudkan guna menambah ruang lingkup untuk semua jenis kain, kecuali untuk dekorasi. Standar ini dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu untuk bayi; yang bersentuhan langsung dengan kulit; dan yang tidak langsung. Pada standari ini perubahan pengujian pada kadar formaldehida pun berubah, yang sebelumnya menggunakan metode absorpsi uap menjadi metode ekstraksi air.

Standar pakaian bayi ini juga diperkuat dengan adanya Peraturan Menteri Perindustrian RI No 07/M-IND/PER/2/2014 mengenai pemberlakuan SNI pada pakaian bayi dan anak. Sehingga diharapkan para importir wajib sertifikasi SNI pada produknya.

3 Bahan Kimia Berbahaya di Pakaian Bayi tanpa SNI

Standar ini dimaksudkan guna menghindari konsumen dari bahan kimia berbahaya dengan cara membatasi ambang batas penggunannya. Sehingga diharapkan dengan produk terstandarisasi tersebut, konsumen dapat tetap aman menggunakan produk, khususnya pakaian bayi. Adapun bahan kimia tersebut terdiri dari zat pewarna azo; Formaldehilde; dan zat logam lain.

Standar untuk pakaian bayi pada industri tekstil indoneisa adalah SNI 7617:2013 untuk menghindari zat pewarna azo dan formalin yang menyebabkan risiko kanker
zat berbahaya pada tekstil / pakaian bayi

1. Apa Itu Zat Pewarna Azo dan Bahayanya Bagi Manusia ?

Pewarna pada pakaian terdiri dari dua, yakni alami dan sintetik atau buatan. Zat pewarna buatan adalah yang seringkali digunakan dalam industri tekstil. Selain harganya jauh lebih murah, penggunaan praktis, ketahanan, dan variasi warna menjadi beberapa alasan preferensi industri tekstil.

Pewarna sintetik yang digunakan industri sekitar 60-70% adalah zat warna azo. Pemilihan bahan kimia ini paling banyak digunakan untuk pencelupan serat selulosa, rayon, dan wol. Pemilihan ini terkait dengan kemampuan mengikat pada kain yang tidak lekas luntur dan warna yang baik.

Disamping itu zat ini tidak mudah rusak oleh paparan kimia lain, sehingga apabila dibilas dengan deterjen, maka warna kain tidak berubah secara signifikan. Bahkan zat ini tidak pudar kendati terpapar sinar matahari, oksigen, dan panas.

Di Eropa, sebelum pelarangan penggunaannya yang masif, zat ini digunakan untuk semua jenis makanan. Kemampuannya tidak larut pada minyak menjadi beberapa alasan dalam penggunaan.

Zat pewarna azo sudah sering dianggap sebagai salah satu masalah penyebab kanker. Walaupun sebenarnya zat itu sendiri tidak berbahaya selagi tubuh tidak bereaksi terhadapnya. Bahaya itu muncul ketika zat bereaksi dan menghasilkan amino penyebab kanker. Di Eropa, kanker kandung kemih yang menjadi di epidemi di kalangan pekerja industri tekstil pada masa lalu dicurigai disebabkan karena zat pewarna ini.

Beberapa zat ini juga menyebabkan pemicu simtom bagi seseorang yang sudah memiliki asma. Seperti pewarna azo tartrazine adalah salah satu zat yang dimaksud. Meskipun untuk orang dengan kekebalan tubuh yang baik, paparan sentuhan itu sama sekali tidak berarti banyak.

2. Apa Itu Formaldehide dan Efeknya Bagi Manusia ?

Formaldehide atau biasa kita kenal sebagai formalin adalah zat tidak berwarna, mudah terbakar, dan memiliki bau yang sangat menyengat. Umumnya formalin dalam rumah tangga digunakan sebagai cairan pembersih; Pada medis dapat digunakan sebagai penghilang kutil; Di perabotan dapat digunakan sebagai pelapis mebel; Pertanian dapat dipakai sebagai disinfektan, fungisida, dan germisida; Tekstil dapat digunakan sebagai penguat zat warna agar tidak cepat pudar; dan sumber lain yang ada di sekitar kita.

Banyaknya manfaat yang diberikan zat ini, nyatanya formalin memiliki bahaya bawaan yang sudah sepaket dalam penggunaannya.

Pelarangan penggunaan kain menggunakan zat ini pada pakaian bayi dikhawatirkan apabila menempel pada kulit yang sensitif akan menimbulkan beberapa efek seperti iritasi ataupun rasa gatal. Risiko penggunaan formalin juga dapat menimbulkan bahaya melalui efek hirup. Gangguan yang mungkin timbul dapat berupa iritasi saluran pernapasan, nausea atau mual-mual, susah tidur, serta kanker hidung dan paru-paru.

Usia sesorang terkait dengan risiko paparan zat ini sangatlah berpengaruh. Makin kecil umur seseorang, maka makin tinggi tingkat risiko paparannya. Pengaruh paparan juga sangat berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang. Mereka yang terlebih dahulu memiliki asma, bronkitis, atau penyakit pernapasan lain akan lebih besar pengaruhnya. Hal ini juga berlaku bagi perempuan yang sedang hamil.

3. Beberapa Zat Logam Pada Kain dan Dampak Negatif Bagi Manusia

Standar ini membatasi ambang batas penggunaan logam pada kain. Karena seperti yang diketahui bahwa logam semenjak dahulu sudah digunakan sebagai campuran maupun bahan bagi industri tekstil.

Seperti tembaga misalnya, yang ditandai dengan Cu, digunakan sebagai campuran serat benang maupun bahan anti-bakteri dan bahan sterilisasi bahan. Di industri rumah sakit penggunaan bahan mengandung tembaga digunakan untuk membantu seseorang dengan gangguan asma dan alergi yang disebabkan karena debu dan tungau; Sering digunakan sebagai kaos kaki atlet.

Penggunaan berlebihan melewati ambang batas dapat menyebabkan arthritis, kelelahan, insomnia, migran, pusing, depresi, serangan panik, dan attention deficit order. Namun hal ini masih menjadi perdebatan, mengingat hal ini berlaku bagi mereka yang memliki gangguan pada keseimbangan tembaga di tubuhnya.

Tembaga merupakan bagian penting dalam kehidupan, pada tubuh manusia umumnya terdapat 1,4 hingga 2,1 mg per kilogram berat badan, dan manusia membutuhkan itu untuk asupan. World Health Organization (WHO) menyarankan untuk mengkonsumsi tidak lebih dari 10-12 mg/per-hari.

Kadmium sebagai bahan campuran pada textil juga dibatasi dalam standar ini. Zat ini berfungsi sebagai pencerah warna agar lebih terang. Ketiadaan pembatasan penggunaan pada tekstil dapat menimbulkan risiko, terutama penyakit kanker. Kadmium yang diketahui sebagai karsinogen atau pemicu kanker manusia, pada paparan yang tinggi dan terus-menerus dapat meningkatkan risko kanker pernapasan, dan prostat.

Nikel pada tekstil biasa digunakan sebagai aksesoris pada pakaian, seperti kancing, sleting, dan lain sebagainya. Penggunaan pada pakaian bayi dapat menyebabkan iritasi ataupun alergi berupa gatal-gatal. Efek ini berdampak parah kepada mereka yang memiliki kecenderungan alergi terhadap metal jenis ini.

Berikut adalah tabel batas-batas penggunaan zat kimia dan logam sesuai SNI 7617:2013

Toleransi kandungan zat pada standar untuk pakaian bayi pada industri tekstil indoneisa adalah SNI 7617:2013 untuk menghindari zat pewarna azo dan formalin yang menyebabkan risiko kanker

Penutup – Kesimpulan

Memenuhi kebutuhan si buah hati memang menjadi kewajiban dan kebanggaan bagi semua orang tua. Namun keinginan dalam pemenuhan yang tidak diikuti dengan pengetahuan yang cukup justru akan menimbulkan risiko. Pakaian bayi sebagai kebutuhan pokok anak harus diperhatikan betul pemilihannya. Karena pada proses pembuatannya kita tidak pernah tahu campuran dan bahan yang mungkin saja dapat berbahaya bagi anak.

Memilih produk pakaian bayi dengan label SNI cara termudah guna menghindari paparan bahan atau zat kimia berbahaya. Zat-zat seperti pewarna azo, formalin, dan logam lainnya dapat dihindari dengan mudah tanpa harus meluangkan waktu dan anggaran untuk memilih produk.

Konsumen dapat memeriksa produk yang sudah ber-SNI di halaman Bang Beni milik BSN. Di situs tersebut ada sejumlah daftar produk yang sudah terstandarisasi. Konsumen dapat memasukan jenis produk dan merk tertentu apabila hendak mengetahui barang yang dimaksud.

Bagi produsen penerapan standarisasi ini merupakan hal wajib apabila produk ingin dipasarkan di wilayah Indonesia. Penerapan pada SNI ini bukan saja meningkatkan taraf mutu dari produk, tetapi juga ikut berkontribusi secara langsung dan bertanggung jawab secara moral untuk melindungi masa depan anak-anak bangsa dari zat kimia berbahaya.

Apabila Anda sebagai produsen berniat dan berminat sertifikasi produk SNI, kami sebagai konsultan siap untuk bersinergi. Kami siap memberikan asistensi, solusi, dan rekomendasi selama proses hingga selesai.

Editted by UN.

Tinggalkan komentar