Kenapa Harus Menggunakan Sabun Cuci Baju SNI?

Di masa kini penggunaan sabun cuci baju, baik yang berbentuk detergen bubuk atau serbuk dan cair, sudah menjadi hal yang umum. Bahkan, jika boleh dikatakan, produk atau barang ini sudah menjadi semacam kebutuhan pokok di banyak tempat di Indonesia. Namun faktanya, kebermanfaatan barang ini meninggalkan masalah pencemaran lingkungan.

Menurut Walhi, organisasi pemerhati lingkungan, Maret 2022 lalu, sungai Jakarta yang berjumlah 13 dengan 4 kanal telah mengalami pencemaran dari tingkat sedang dan berat. Kesimpulan ini didapatkan dari sampel 120 titik sungai di Jakarta. Pencemaran tersebut yang paling besar berasal dari limbah domestik sebesar 72,7%. Di limbah tersebut terdapat cemaran biochemical oxygen demand, chemical oxygen demand, fosfat, detergen, bakteri e-coli, dan sebagainya.

Penggunaan detergen di masa kini, nyatanya telah berlangsung lama semenjak dulu. Faktanya penggunaan sabun cuci baju telah bermula sejak 2800 sebelum masehi, klaim huffington post. Pernyataan ini didasarkan atas penemuan di situs penggalian Kota Kuno Babel berupa zat semacam sabun yang ada pada pot tanah liat.

Meskipun, dokumentasi tertulis khasiat sabun sebagai alat pembersih dan penangkal penyakit baru ditemukan sekitar abad 2 masehi.

Secara mudah, sabun diproduksi dengan proses sponifikasi atau menggunakan alkali guna penambahan molekul air dalam lemak. Termasuk sabun cuci baju. Bahan kimia bernama surfaktan ini berguna untuk menghancurkan molekul kotoran. Surfaktan juga ditemukan di sabun tradisional yang mana meninggalkan residu di air karena sulit terdegradasi. Surfaktan adalah zat aktif yang dapat mengemulsi minyak.

Residu yang ditimbulkan sabun tersebut mampu menimbulkan gundukan busa yang memenuhi saluran-saluran air dan sungai penyebab matinya organisme kecil di air. Hal ini diungkapkan oleh Enviroment Protection Authority Victoria (EPA) pada tahun 1950 terkait penggunaan sabun cuci baju yang masif.

Kemajuan teknologi dan inovasi di industri tidak membuat pencemaran lingkungan membaik, namun sebaliknya. Proses pembuatan sabun kian variatif dengan menambahkan banyak unsur kimia lain seperti pemutih dan pewangi. Termasuk sabun cuci baju.

Penambahan semacam ini justru menjadi tambahan polutan yang baru apabila dibuang ke alam. Zat-zat itu dapat berupa fosfat, pemutih/amonia, petrokimia, nonylphenol, ethoxylates, (NPE) dan lain sebagainya.

Fosfat sebagai builder dalam detergen perlu ditinjau ulang keberadaannya. Builder yang berfungsi meningkatkan efisiensi kerja detergen paling umum menggunakan natrium tripoli fosfat (STPP), tergantung jenis detergen. STPP mampu memaksimalkan pencucian berupa pengurangan air sadah, penstabil alkalinitas, dan menstabilkan ukuran bubuk detergen.

Pada dasarnya fosfat tidak beracun dan dapat meningkatkan kemampuan detergen tanpa harus menambah biaya produksi. Tanpa zat ini, produsen harus menambahkan lebih banyak surfaktan yang lebih mahal sehingga pertimbangan ini menjadi penting karena terkait dengan biaya produksi.

Disamping itu senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab proses eutrofikasi atau pengayaan unsur hara yang berlebihan pada sungai atau danau yang ditandai dengan pertumbuhan alga dan eceng gondok yang masif hingga menyebabkan pendangkalan.

Mengapa Memilih Sabun Cuci Baju Ber-SNI ?

Sabun cuci baju dalam bentuk detergen bubuk yang sesuai SNI 4594 dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan sisa limbah pencucian
Sabun cuci baju dalam bentuk detergen bubuk yang sesuai SNI 4594 dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan sisa limbah pencucian

Senyawa ini di beberapa negara Eropa telah dibatasi dan digantikan dengan substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan. Di India misalnya, kadar fosfat dibatasi minimal 11% untuk grade 1 dan 7% untuk grade 2. Sedangkan Uni Eropa, As, dan Kanada maksimal sebesar 0,5%.

Pembatasan atas kadar ini menjadi penting, mengingat parameter kelayakan keamanan lingkungan dapat ditentukan dari batas yang diberikan. Di Indonesia ambang batas kandungan fosfat sebesar 5%, lebih rendah dari India, dan diatas Uni Eropa, Amerika, dan Kanada.

Adapun pembatasan ini ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) yang merupakan produk pengembangan dan pemeliharaan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Standar ini tertuang dalam SNI 4594:2017 tentang Detergen Serbuk yang merupakan revisi SNI 01-4594-2010.

Meskipun standar ini belum termasuk dalam SNI wajib, namun penerapannya pada produk sangat berguna untuk melindungi keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Bukan saja bagi konsumen belaka, namun juga produsen yang mendapatkan manfaatnya.

Menerapkan SNI pada detergen bubuk dan menggunakannya sama dengan mencintai lingkungan atau berkontribusi dalam mengurangi pencemaran lingkungan. Pasalnya dalam standar tersebut setiap produk wajib memenuhi beberapa persyaratan dan sekaligus siap untuk diuji di Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) guna validasi pemenuhannya.

Standar ini hanya mencakup detergen serbuk yang digunakan untuk mencuci bahan terbuat dari kain dengan menggunakan tangan atau mesin cuci. Di luar itu, seperti untuk mencuci wol dan mesin cuci bukaan depan, tidak berlaku.

Detergen serbuk adalah deterjen sintetik berbentuk bubuk atau granul yang terdiri dari rantai karbon C7-C18 dengan gugus hidrofilik yang bukan karbosilat dengan tambahan zat lain. Umumnya disusun dengan bahan dasar pembentuk, pengisi dan surfaktan, mudah dilarutkan, tidak berbahaya bagi kesehatan, mempunyai daya larut kotoran dengan hasil cucian bersih.

Syarat mutu detergen serbuk sabun cuci baju menurut SNI 4594:2017
Syarat mutu sabun cuci baju SNI

Ada beberapa istilah parameter yang perlu diketahui dalam standar. Semisal daya biodegradasi, yakni tingkat kemudahan bahan terurai secara alami dengan mikroorganisme.

Surfaktan adalah bahan aktif permukaan yang bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan yang sifat aktifnya diperoleh dari sifat ganda molekul. Bagian polar molekul dapat bermuatan positif, negatif, atapun netral. Bagian polar memiliki gugus hidroksil, sementara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang.

Surfaktan umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya, itu karenanya dapat mencemarkan lingkungan akibat sifatnya yang sukar terdegradasi. Disamping itu penggunaannya sebagai bahan baku agak riskan, mengingat minyak bumi termasuk sumber yang tidak dapat diperbarui.

Penutup – Kesimpulan

Penggunaan detergen serbuk sebagai sabun cuci baju ternyata menyimpan risiko dan bahaya bagi lingkungan. Beberapa bahan baku di dalamnya dapat menimbulkan masalah lingkungan.

Seperti surfaktan misalnya, yang sulit terdegradasi, dapat menimbulkan busa pada yang memenuhi saluran air dan sungai; Fosfat, senyawa yang mampu mencemari lingkungan dengan membunuh mikroorganisme, serta memicu pertumbuhan alga dan eceng gondok penyebab pendangkalan.

SNI hadir sebagai solusi dalam mengatasi problem ini melalui pembatasan zat-zat yang terdapat dalam produk. Sehingga produsen yang menerapkan hal ini pada produknya dapat menjadi acuan bagi konsumen yang mencintai lingkungan.

Bagi konsumen yang hendak mengetahui produk mana saja yang telah menerapkan standar ini dapat mengunjungi situs daring Bang Beni. Situs ini merupakan basis data produk SNI yang sengaja disediakan BSN. Di sana seseorang dapat mencari produk yang dimaksud dengan memasukan nama produk, perusahaan, merek; Nomor SNI, penerbitan, atau masa berlaku sertifikat.

Jika membutuhkan konsultasi jasa sertifikasi SNI, silahkan menghubungi kami.

Editted by UN.

Tinggalkan komentar