7 Ciri Biskuit yang Aman & Layak Konsumsi Menurut SNI

Biskuit adalah produk jajanan renyah yang dibuat dari tepung terigu dengan tambahan bahan makanan lain yang diproses dengan dipanggang. Di masa kini panganan ini begitu populer, ia dapat ditemukan di rumah-rumah sebagai kudapan teman minum kopi atau teh. Juga di peristiwa-peristiwa tertentu, seperti hari raya misalnya, makanan ini tiba-tiba muncul hampir di semua tempat.

Tetapi dibalik kenikmatan camilan renyah itu, siapa sangka ada potensi bahaya yang mengancam. Seperti yang marak belakangan, tentang pelarangan salah satu biskuit yang mengandung bakteri salmonella.

Bakteri salmonella adalah kelompok bakteri yang menyebabkan diare dan infeksi di saluran usus manusia. Mahluk ini pertama-tama hidup di saluran usus hewan yang ditularkan ke manusia lewat media makanan terkontaminasi kotoran hewan. Risiko kontaminasi juga dapat meningkat akibat konsumsi pangan yang tidak matang atau dicuci sebelumnya.

Berita penarikan atas produk camilan pangan yang bermasalah tersebut sejatinya merupakan kerja tanggap yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) setelah mendapat kabar dari Food Standard Agency (FSA) Inggris.

Di Indonesia, sebenarnya pemerintah telah menetapkan standar keamanan tentang pangan. Bahkan, biskuit sebagai produk olahan pangan telah berstatus wajib SNI (Standar Nasional Indonesia). Hal ini telah disahkan lewat Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Republik Indonesia No 96/M-IND/PER/11/2015 tentang perubahan Permenperin No 60/M-IND/PER/7/2015.

Dengan dikeluarkan peraturan itu, maka setiap produk biskuit wajib menerapkan standar yang telah ditetapkan. Adapun standar untuk biskuit adalah SNI 2973:2011. Di dalamnya berisikan sejumlah persyaratan dan pengujian yang harus dipenuhi setiap produk.

Standar ini merupakan perubahan atas SNI 01-2973-1992. Perumusan atas standar ini memiliki tujuan antara lain melindungi kesehatan masyarakat, dalam hal ini konsumen secara umum; Sebagai jaminan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab; Dan dukungan dalam pengembangan dan diversifikasi produk industri.

Ciri-ciri biskuit aman & layak konsumsi
Ciri-ciri biskuit aman & layak konsumsi

Selain disahkan oleh Menteri Perindustrian, standar ini juga memperhatikan undang-undang dan peraturan yang terkait dengan kesehatan, pangan, perlindungan konsumen, serta keamanan, mutu, dan gizi pangan.

Dalam standar, produk pangan ini terbagi atas lima jenis, yakni biskuit, krekers, kukis, wafer, dan pai.

Biskuit adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan adonan yang dipanggang yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penggantinya, minyak/lemak. Dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan tambahan yang diizinkan.

Krekers yakni dalam prosesnya membutuhkan fermentasi ataupun tidak, serta melalui laminasi sehingga menghasilkan bentuk pipih, yang apabila dipatahkan memiliki tampilan penampang berlapis-lapis.

Kukis yang dibuat dari adonan lunak, renyah, dan bila dibelah, penampangnya tampak memiliki tekstur kurang padat.

Wafer biasa dibuat dengan adonan cair, berpori-pori kasar, renyah, dan memiliki penampang yang berongga.

Pai adalah jenis biskuit berserpih (flaky) yang dibuat dari adonan berlapis emulsi lemak atau lemak padat, sehingga dapat mengembang ketika dipanggang, dan memiliki penampang yang berlapis.

7 Ciri Biskuit Aman dan Layak Konsumsi

Persyaratan mutu biskuit dari wajib SNI 2973:2011 adalah salah satunya menghindari cemaran bakteri salmonella

Ada beberapa persyaratan dan atau pengujian yang harus dipenuhi setiap produk ini. Pemenuhan atas persyaratan dan pengujian tersebut, dapat dirangkum menjadi 7 ciri biskuit yang aman konsumsi. Lantas, apa saja hal tersebut ?

1. Keadaan

Guna mengetahui suatu produk layak konsumsi atau tidak, pertama-tama dapat dilakukan dengan cara paling sederhana, yakni memanfaatkan indera. Pada pengujian ini keadaan dinilai berdasarkan bau, rasa, dan warna. Ketiga karakteristik tersebut diuji dengan organoleptik atau uji yang memanfaatkan indera sebagai sarana. Pengujian ini membutuhkan tiga orang panelis atau satu orang tenaga ahli. Hasil penilaian dinyatakan dalam “normal”, apabila sesuai, dan “tidak normal” untuk ketidaksesuaian.

2. Kadar Air

Pengujian ini tidak terkait dengan keamanan atau kesehatan, namun lebih kepada mutu yang akan diperoleh konsumen. Pengujian ini hendak mengetahui bobot kadar air yang terdapat pada pangan. Contoh sampel nantinya akan dipanaskan dengan suhu 130° celcius selama 1 jam, dan kadar air tidak boleh lebih dari 5%.

3. Protein

Selayaknya produk pangan yang memberikan nilai tambah bagi tubuh, maka biskuit pun perlu diuji nilai tambahnya, dalam hal ini protein. Adapun jumlah protein yang terdapat dalam produk dapat dilihat pada tabel di atas.

4. Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)

Tingginya asam lemak bebas, merupakan salah satu indikator buruknya kualitas pangan bagi kesehatan, disamping rendahnya mutu bahan olahan itu sendiri. Maka, produk ini pun diuji guna mengetahui persentase dari asam lemak bebas. Presentase yang pada sampel tidak boleh lebih dari 1%, sesuai dengan yang terdapat pada tabel.

5. Bebas Cemaran Logam Berat

Logam berat dalam jumlah yang melampaui batas akibat konsumsi jangka panjang dapat menimbulkan gangguan ringan hingga parah. Itu sebabnya, produk harus melewati pengujian untuk mengetahui bahwa produk terbebas dari cemaran logam berat. Adapun pengujian ini untuk membuktikan cemaran logam berat seperti timbal, kadmium, timah, dan merkuri. Pengujian yang dilakukan nantinya berdasarkan metode spektrofotometer serapan atom (SSA). Syarat ambang batas masing-masing logam dapat dilihat di tabel.

6. Bebas Arsen

Arsen atau arsenik yang dalam kimia dilambangkan sebagai As, dahulu sering dipergunakan sebagai racun karena tingkat efektivitasnya yang tinggi, serta tidak berbau. Sekarang, bahan kimia ini dimanfaatkan untuk pestisida, herbisida, insteksida, dan campuran dalam metalurgi.

Sifatnya yang beracun menjadikan zat ini dilarang digunakan atau dibatasi penggunaannya di produk yang akan dikonsumsi manusia, salah satunya olahan pangan. Itu sebabnya produk biskuit perlu diuji kandungan arsenik yang terdapat pada produk. Ambang batas zat ini pada produk berjumlah 0,5 mg/kg, sesuai dengan yang ada pada tabel.

7. Bebas Cemaran Mikroba

Olahan pangan harus steril dari cemaran mikroba, atau setidaknya tidak melewati ambang batas tertentu. Pengujian berikut ini hendak membuktikan keberadaan mikroba pada produk.

Adapun yang hendak diketahui seperti jumlah koloni per gram seperti lempeng total kumpulan bakteri; bakteri jenis staphlococus aureus, bacillus cereus; serta kapang dan khamir.

Ambang batas tiap bakteri berbeda satu sama lain, selengkapnya dapat dilihat pada tabel. Sedangkan untuk bakteri jenis salmonella diwajibkan tidak ada satu pun, atau steril sepenuhnya.

Penutup – Kesimpulan

Kejadian penarikan produk yang diduga mengandung bakteri salmonella mengagetkan banyak pihak. Sebagai konsumen, sejatinya tidak perlu panik, pasalnya di Indonesia sudah mewajibkan standar terkait olahan pangan produk biskuit.

Di dalam standar tersebut berisikan persyaratan dan pengujian yang perlu dilalui oleh sebuah produk. Pada pemenuhan tersebut, terangkum 7 ciri yang membuat produk tersebut aman dan layak konsumsi seperti keadaan, kadar air, protein, asam lemak bebas; bebas cemaran logam berat, arsen, dan cemaran mikroba.

Pemenuhan produsen atau distributor terhadap standar ini bukan saja sebagai pemenuhan terhadap hukum semata, namun juga bukti nyata bagi kepedulian terhadap konsumen. Kami sebagai konsultan memiliki visi yang sama dalam rangka pemenuhan terhadap kepatuhan hukum dan kepedulian terhadap masyarakat, konsumen khususnya.

Itu sebabnya kami menyediakan pendampingan sertifikasi SNI bagi produsen atau distributor. Diharapkan dengan adanya keberadaan kami dapat mempermudah rangkaian proses mendapatkan SNI. Kami juga menyediakan sertifikasi SDPPI untuk perangkat telekomunikasi. Terimakasih, salam.

Editted by UN.

Tinggalkan komentar